Usia 40-an tuh... kayak masuk bab baru yang nggak pernah kita latihanin sebelumnya.
Ternyata bener ya, apa yang Rasulullah bilang... di usia ini, kita mulai gentar.
Katanya ini tanda cinta Allah—karena kita (mungkin) sedang memasuki paruh hidup.
Waktunya refleksi. Waktunya pulang ke diri sendiri.
40-an ku dimulai dengan kehilangan Papa.
Sosok yang selama ini jadi invisible spine buat aku.
Yang selalu bilang, “Kamu harus berani, kamu anak perempuan papa. Kamu nggak jalan sendirian.”
Dan ternyata, aku memang nggak pernah sendirian. Ada beliau. Ada Allah.
Kalau kamu juga lagi ada di usia ini, kemungkinan kamu Gen X atau early millennial. Congrats ya, kita udah ngelewatin banyak banget perubahan pola pikir dunia. Dari era kaset ke Spotify. Dari SMS 160 karakter ke voice note 2 menit. Dan kita adaptif banget!
Usia 40-an itu unik. Kita masih bisa hype, tapi juga (katanya) udah lebih bijak (... seharusnya sih he he he... ) Kita udah bisa ngerem, tapi masih penasaran. Udah bisa bilang “nggak,” tapi masih suka FOMO juga.
Yang bikin geli, anak-anak kita—Gen Z, Gen Alpha—udah nganggep kita boomer. Padahal kita ngerasa masih muda banget ya kan?? Mereka anggap kita satu generasi sama kakek-neneknya. Excuse me??
Tapi jujurly…
Aku bersyukur jadi generasi yang kenal teknologi, tapi masih punya unggah-ungguh dari orang tua.
Kita tuh jembatan. Bisa ngobrol sama Gen Z, tapi juga nyambung sama orang tua.
Cuma kadang aku juga overwhelmed. Ngikutin obrolan anak-anak tuh kayak decode alien language: Dari tungtungtung sahur ke stecu ke slang TikTok yang lain. The world is too customised I can’t see the trend anymore.
Beberapa teman baru mulai manjat tangga korporat. Beberapa udah muak dan keluar. Termasuk aku. Yang pertama kadang merasa telat, yang kedua kadang merasa kepagian. Padahal… papa pensiun umur 55. Lah aku bentar lagi dong?? Panik sesaat. Lalu chill lagi.
We’re at that age: Old enough to know better, yet too young to stop messing it up. Dan mungkin… itu nggak apa-apa.
Jadi, buat kamu yang lagi ada di fase ini juga…
Tenang. Kita nggak sendirian.
Kita generasi tengah-tengah yang sedang belajar terus, salah terus, bener terus—campur aduk.
Kadang overthinking, kadang pasrah ngopi aja dulu.
Tapi satu hal yang pasti:
Kita tuh masih terus tumbuh.
Dan tumbuh itu, meski nggak selalu nyaman, tetap bagian dari rahmat-Nya.
Here’s to us, yang sedang menua dengan rasa syukur dan (sedikit) humor.
Pelan-pelan aja, tapi tetap jalan.
Karena katanya…
life begins at 40, but wisdom starts when you’re ready to listen.
No comments:
Post a Comment