QS. Maryam, ayat 3

 


اِذْ نَادٰى رَبَّهٗ نِدَاۤءً خَفِيًّا ۝٣idz nâdâ rabbahû nidâ'an khafiyyâ(yaitu) ketika dia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lirih.Nida’ itu kenceng dan nampak. Khofiyya itu lembut dan tersembunyi

Gimana caranya, sebuah suara yang kenceng dan nampak tapi dia juga lembut dan tersembunyi?

 

Itu kan kayak “Api yang ber-air” “Gelap yang ber-cahaya” “Tinggi yang merendah”

Kalau kita buka tafsirnya Imam Ar Razi,

 

 أَنَّهُ أَتَى بِأَقْصَى مَا قَدَرَ عَلَيْهِ مِنْ رَفْعِ الصَّوْتِ

bahwa ia telah mengerahkan sekuat tenaga untuk meninggikan suaranya.

 

إِلَّا أَنَّ الصَّوْتَ كَانَ ضَعِيفًا لِنِهَايَةِ الضَّعْفِ بِسَبَبِ الْكِبَرِ

Namun suaranya tetap lemah karena sangat lemahnya tubuh akibat usia tua.

 

فَكَانَ نِدَاءً نَظَرًا إِلَى قَصْدِهِ، وَخَفِيًّا نَظَرًا إِلَى الْوَاقِعِ

Maka hal itu disebut seruan (nidā’) jika dilihat dari niatnya, dan disebut lembut (khafiyy) jika dilihat dari kenyataannya.


Mungkin pernah yaa, di posisi lagi nangis, dah lama banget itu nangisnya, sampai nyesek-nyesek di dada, sambil teriak, tapi nggak ada suaranya, mau teriak tuh nggak keluar suaranya.

 

Nangis yang paling menyesakkan, atau yang paling puncak, adalah nangis yang nggak ada suaranya.


Nabi Zakariya ‘alaihissalam itu sudah sekuat tenaga bersuara, tapi karena beliau sudah tua, maka yang terdengar hanya sayup-sayup halus, bisikan lembut.

 

Nida’an Khofiyya adalah menggambarkan keseriusan doa Nabi Zakariya, ada kesungguhan disana, ada rasa sepenuh harap nan tulus.

 

Mungkin kita sering mendengar tentang orang yang sudah berusaha habis-habisan. Tapi kali ini, kita belajar tentang seorang yang berdoa habis-habisan.

Seluruh energi, sepenuh hati, sekuat harap; kesemuanya untuk doa itu.

 

Pada setiap yang kita inginkan dan cita-citakan, sudahkah kita beneran “serius” dalam berdoa kepada Allah?


Sebagian materi dari Melawan Kemustahilan, Tadabbur surat Maryam, by Qur'an Review



QS. Maryam 1-2

 

كٓهٰيٰـعٓـصٓ​

Kāf Hā Yā` 'Aīn Ṣād.

ذِكۡرُ رَحۡمَتِ رَبِّكَ عَـبۡدَهٗ زَكَرِيَّا ​

(Yang dibacakan ini adalah) 
penjelasan tentang rahmat Tuhanmu kepada hamba-Nya, Zakaria,


Insights: 
Ayat 1 adalah tentang hal yang kita tidak tahu artinya. 
Ayat 2 adalah tentang kasih sayang Allah. 

Bahwa terkadang, kasih sayang Allah itu adalah hal yang kita tidak ketahui atau sadari. 
Kita nggak tahu bahwa selama ini ternyata Allah menyayangi kita. 
Kita nggak sadar bahwa selama ini kita selalu dalam penjagaan Allah. 
Buktinya sering kan, kita ngeluh saat hal gak enak kejadian sama kita. Padahal selalu ada hikmah kasih sayang Allah dibalik kejadian yang tidak enak itu. 

Seperti dalam surat Maryam ini, dimana Maryam mengandung seorang anak tanpa bapak. 

POV manusia:  “Kasihan Maryam, lahirin anak tanpa bapak”

POV Allah:  “Kasih sayang yang berlimpah keberkahan hadir melalui anaknya, menjadikan ibunya menjadi wanita mulia di langit dan di bumi”


Semoga kita termasuk mereka yang selalu yakin bahwa Allah selalu sayang kita, apapun yang terjadi. Dan termasuk mereka yang ikhlas dengan rahasia yang tetap menjadi rahasia milikNya. 


Kita memang nggak tahu gimana cara Allah menyayangi, tapi kita tahu bahwa apa yang Allah lakukan kepada kita, adalah bentuk sayang-Nya. 


Source: Kelas Qur'an Review





Perlahan, ... tapi jalan.

 Usia 40-an tuh... kayak masuk bab baru yang nggak pernah kita latihanin sebelumnya.

Ternyata bener ya, apa yang Rasulullah bilang... di usia ini, kita mulai gentar.
Katanya ini tanda cinta Allah—karena kita (mungkin) sedang memasuki paruh hidup.
Waktunya refleksi. Waktunya pulang ke diri sendiri.

40-an ku dimulai dengan kehilangan Papa.
Sosok yang selama ini jadi invisible spine buat aku.
Yang selalu bilang, “Kamu harus berani, kamu anak perempuan papa. Kamu nggak jalan sendirian.”
Dan ternyata, aku memang nggak pernah sendirian. Ada beliau. Ada Allah.

Kalau kamu juga lagi ada di usia ini, kemungkinan kamu Gen X atau early millennial. Congrats ya, kita udah ngelewatin banyak banget perubahan pola pikir dunia. Dari era kaset ke Spotify. Dari SMS 160 karakter ke voice note 2 menit. Dan kita adaptif banget!

Usia 40-an itu unik. Kita masih bisa hype, tapi juga (katanya) udah lebih bijak (... seharusnya sih he he he... ) Kita udah bisa ngerem, tapi masih penasaran. Udah bisa bilang “nggak,” tapi masih suka FOMO juga.

Yang bikin geli, anak-anak kita—Gen Z, Gen Alpha—udah nganggep kita boomer. Padahal kita ngerasa masih muda banget ya kan?? Mereka anggap kita satu generasi sama kakek-neneknya. Excuse me??

Tapi jujurly…

Aku bersyukur jadi generasi yang kenal teknologi, tapi masih punya unggah-ungguh dari orang tua.
Kita tuh jembatan. Bisa ngobrol sama Gen Z, tapi juga nyambung sama orang tua.

Cuma kadang aku juga overwhelmed. Ngikutin obrolan anak-anak tuh kayak decode alien language: Dari tungtungtung sahur ke stecu ke slang TikTok yang lain. The world is too customised I can’t see the trend anymore.

Beberapa teman baru mulai manjat tangga korporat. Beberapa udah muak dan keluar. Termasuk aku. Yang pertama kadang merasa telat, yang kedua kadang merasa kepagian. Padahal… papa pensiun umur 55. Lah aku bentar lagi dong?? Panik sesaat. Lalu chill lagi.

We’re at that age: Old enough to know better, yet too young to stop messing it up. Dan mungkin… itu nggak apa-apa.

Jadi, buat kamu yang lagi ada di fase ini juga…
Tenang. Kita nggak sendirian.
Kita generasi tengah-tengah yang sedang belajar terus, salah terus, bener terus—campur aduk.
Kadang overthinking, kadang pasrah ngopi aja dulu.

Tapi satu hal yang pasti:
Kita tuh masih terus tumbuh.
Dan tumbuh itu, meski nggak selalu nyaman, tetap bagian dari rahmat-Nya.

Here’s to us, yang sedang menua dengan rasa syukur dan (sedikit) humor.
Pelan-pelan aja, tapi tetap jalan.
Karena katanya…
life begins at 40, but wisdom starts when you’re ready to listen.

Happy 45th Me!

 How is it like to be a 45 years old? 


Well, 

I have been a 45 for 8 straight days and I keep delaying writing this blog, just to have more time to think about what 45 really means. 

Is it about the willing of no fear and be able to do anything I want? At least that what came to my thought as I woke up early in the morning that day. "I am 45 now, ... I think I can say and do whatever I want now. " Then what, bequeathing all the responsibilities to someone else? Ha ha ha 

Then I am thinking about how life is about the conclusion, the situation we are in when we die. Oh yeah, surely not ready. 

Then that particular moment has become a whole day, 

and a day after, 

and another day after, 

more days, 

up to this day. 

My 45 has become the early days of worrying about the future. It feels the time flies too fast, my eldest is now going to a university, my youngest is now has become a fully grown woman (physically) with all the whir wind, typhonic mood, ... and I feel lonely. 

As I tried to escape to some peers of mind, I have also realized that everyone is busy with their life. Its like 40s are about money. Some peers are crazy about preparing more and more income basket and been trying hard to catch up the shine she missed a few years back. As for the other is busy trying to get money with the least effort she could do. Another one is still busy preparing the champions of her life. 

Being zen in this hustle bustle life is such an effort. 

The buzzing in my mind are just too loud to shut.

Have I taken the wrong path? Have I mistakenly led my children so that they don't have any acknowledgements? 

45 is indeed to take a step back and to go back to the almighty. 

But why is it so challenging?  

What do you wish for

As Bi asih was burried into her grave, 
I saw Oom Mumu's eyes with dried tears and lips pushed down his jaw
to undescribeable sadness. 

He witnessed his sons and in laws 
burried her deeper: his one and only wife 
as his love will be forever flying around him. 

I saw him prayed for her from afar, 
and somehow I'm praying for myself too. 

Ya Allah, berikan aku seorang suami yang bisa mengantarku ke liang lahat dengan syariatmu. menyolatkanku, memandikanku, menerima tubuhku di dalam sana dan meyusun bebatuan di punggungku. Seorang suami yang bisa membawaku menuju gerbang surgamu, dan mempertemukanku kembali dengannya di kehidupan akhiratku. 

Aamin, Allahumma Aamin. 


BEING FORTY: Maret untuk Bapak

Bapak,
how are you up there? it has been a while.

Pak,
begitu banyak kejadian yang menimpa bumi sepeninggalnya bapak.
Mulai Monas digundulin, tahun baru yang dihiasi banjir, sampai harga masker per boxnya bisa mencapai jutaan gegara pandemik virus Cofid-19 di Wuhan.

Setelah beberapa bulan, akhirnya virus itu sampai juga ke Indonesia.
Yang diumumin Jokowi sih, ada 2 penderita domisilinya di Depok.
(Ngomong-ngomong ya Pak, presiden junjungan kita di periode lalu itu; sekarang kuring banget deh. Aneh bangeeeeeet, jatuhnya jadi sama aja seperti orang-orang aji mumpung yang berada di pemerintahan. Apalagi kombo sama Anies yg jadi gubernur ... aduh aduh aduh!)

Pak,
kalau bapak masih ada, Bapak pasti bingung deh kalau ke Superindo sekarang-sekarang ini.
Sampai nyari jahe dan bawang bombai aja susah lho, Pak. Semua diborong. Apalagi yang berbau antiseptik, sampe alkohol 70% aja bisa habis! Anehnya, tissue antiseptik merk Dettol kok masih banyak, ... apa karena ada tulisannya NO ALCOHOL ?

Gitulah, Pak
Sepeninggalnya Bapak, manusia nggak jauh berubah.
Ya sama aja, atau mungkin jadi lebih buruk.
Kalau bapak bisa lihat kita di sini dari atas sana,
pasti lagi geleng-geleng kepala ngeliat kelakuan kita
Pasti bapak gemes pengen bilang
"Oooooooy, di sini semua itu gak penting!"

Bapak sehat-sehat ya, di sana
Jangan punya anak perempuan lain ya di sana
Uwy aja
Insya Allah kita ketemu lagi di sana ya, Pak

Miss You!

BEING FORTY: Mimpi di hari ke-116

hari ke dua,
hari ke tiga,
hari ke sekian puluh,
bertanya-tanya kenapa bapak ngga juga datang ke dalam mimpi

entah kenapa juga seperti harus didatangi, ya?

kadang terbersit rasa ingin tahu gimana di sana,
sering juga bertanya apa ada pesan-pesan yang belum tersampaikan
(ini tipikal orang indonesia ya, dan aku emang orang indonesia ternyata)
ha ha ha

dan hari itu; luna sudah beberapa hari demam tinggi
jam dua tiga puluh dini hari, datanglah aki

*pintu belakang membuka

Nnnaaaaa, ...
Nnnaaaaa, ...
Nna sakit apa?

Ia datang memakai baju putih,
baju koko yang biasa dia pakai ke masjid depan
di mimpi itu aku tersadar, bahwa aki sudah tidak ada
tapi tak peduli kupeluk dan kucium, tapi nampaknya ia tidak peduli
karena segera mendekati si kecil yang terbaring dengan handuk kompres.

Nna sakit apa?
Ah, ini sih bentar lagi juga sehat bisa sekolah lagi
Nna sholat dong,
Kalau Nna sholat sekarang, nanti sholatnya pasti lebih banyak dari aki

Dan aku terbangun.
Merindu dalam gelap.

Besoknya Luna sembuh.
Dan lusa kembali ke sekolah.

QS. Maryam, ayat 3

  اِذْ نَادٰى رَبَّهٗ نِدَاۤءً خَفِيًّا  ۝٣ idz nâdâ rabbahû nidâ'an khafiyyâ (yaitu) ketika dia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yan...