sang penghujung

sudah beberapa hari ini aku selalu terbangun di penghujung malam
di batas hembus terdingin dan diantaranya
salahkan pada perubahan hormonal trimester ketiga
salahkan pada mimpi-mimpi yang kerap berujung nyata
salahkan pada kantung seni yang semakin terhimpit, kemudian menyungai
mengalir sepanjang malam
salahkan pada mereka-mereka yang suka mampir memberi pengingat

kalau sudah begini, aku hanya berserah diri
apa gunanya kantuk jika mata tak kunjung ingin menutup

biasanya aku keluar mencari hangat
si kecil di dalam perut pun biasanya ikut menggeliat
ke kiri, ke kanan, berkecipak bahagia melihat susu coklat hangat

tidak banyak yang kulihat, ... dan aku memang tidak berharap melihat sesuatu yang lain dari biasanya
mata bisa diatur, tapi telinga bersikeras untuk meliar
kudengar dengkur tidur kedua lelakiku, halus dan berirama
lalu dengung dispenser, kelotek musang di loteng, beberapa suara mendebam yang tak kutahu darimana asalnya

malam tiba-tiba menjadi ramai dengan perhelatan suara
dan tiba-tiba, aku jadi mendengar semuanya

aku memutuskan untuk kembali ke kamar
cukup celotek keyboard komputer yang menemaniku malam ini

sudah lama rasanya tidak menulis
merindu dengan rima, bermesra dengan alur pikir maju-mundur, melukis dan merangkai kata-kata, atau sekedar menjatuhkan pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawab
mungkin benar kata orang, seringkali seni harus lahir dari rasa sakit
kemana rasa sakit itu?
atau karena aku telah hidup berbahagia dibanding tahun-tahun gelapku sebelumnya?

mungkin

atau mungkin terlalu banyak drama tidak penting yang menyempal mulut dan pikiranku setiap harinya
drama media sosial
drama penduduk negara ketiga
drama konflik selebriti dan politik yang sama sekali tidak pernah menarik

aku muak

semuak hari ini aku melihat puncak keapatisan seorang teman, seorang warga, seorang laki-laki dan entah apa lagi namanya:

dua orang abege mengendarai sepeda motor. tanpa helm. motor mogok di tikungan jalan kecil dan mobil pun tidak dapat menyalip. abege 1 sebagai supir tidak tahu apa yang harus dilakukan. ia menggebrak-gebrak soket spedometer berharap mesin kembali menyala. abege ke-2? asyik duduk di belakang dengan mata tak lepas dari gadgetnya. cuek, bahkan kaki asyik menangkring pada pedal dan membiarkan si teman menumpu beban motor dan beban dirinya yang tidak kecil.

menyedihkan. ada apa dengan kita?


Comments