Bintang Jatuh

Aku ingin terbang, itulah mengapa aku tak habisnya mencinta bintang. Setiap malam aku hanya bisa menatap tanpa pernah bisa menyapa. Inginkah kamu mengenal bahasanya? Kelip yang disampaikan satu bintang begitu jelas hingga dijawab bintang lain di semesta jagat. Terkadang tabir halus di angkasa pun bermurah hati, membiarkanku melihat mereka menari membentuk satu konstelasi.

Dan saat itu, aku tidak peduli lagi apa itu surga. Tentang sungai susu yang mengalir, tentang tujuh puluh bidadari perawan yang menunggu untuk digilir. Aku tak peduli. Aku mungkin tak percaya. Di sini, Aku sedang menemukan surgaku. Di bawah bentang bintang yang bercakap riang. Dan saat tabir gelap memutuskan untuk menjadi begitu pekat, aku hanya mampu menggeliat dan berharap ini hanyalah satu dari ribuan malam yang tak perlu diingat.

Aku bukan malaikat. Aku tidak punya sayap lebar yang siap mengantarku ke langit ke tujuh. Dan doaku tak sepanjang untaian asmaNYA yang tak henti dilafalkan semesta. Tapi aku selalu ingin tahu bagaimana rasanya di atas sana. Dan selalu berharap satu bintang akan menjelma.

* * *

Suaraku habis. Setiap pekik membuatku tercekik hingga mataku mendelik. Tak pakai ancang-ancang, tiba-tiba aku menderu kencang. Membelah langit dengan wajah sengit. Hanya awan-awan lembut itu yang menyambut, dan merekalah yang menyapu kalut.

Aku terjatuh.

* * *

Aku tak percaya. Satu bintang menjelma dan ia memanggilku Bunda.

* * *

Aku takut. Aku bergelimang dalam kalut. Aku asing. Aku pusing. Aku panik. Aku menangis sampai tenggorokanku tercekik. Siapa dia yang sedang memelukku? Bola matanya begitu kecil, namun bayangan di permukaannya yang bening terlihat begitu besar. Aku tidak tahu apa yang terjadi. Aku tidak mengenal itu dan ini. Namun ia berjanji untuk mengajari, di suatu saat nanti.

* * *

“Selamat tidur Titan”
©wulliewullie.blogspot.com