Ikhlas itu...

... susah!

I live in a world where a woman can be everything.
Yet I don't have to be everything.

sepuluh bulan sudah jadi full time mom di rumah. yeah, ibu rumah tangga lah judulnya. rasanya cepat sekali, engga terasa. melewati masa menyusui eksklusif, weaning, baby led weaning, graduation TK, orientasi SD, menyaksikan langkah pertama anak, menyaksikan cinta pertama anak, antar-jemput, gubrak-gabruk saat mom capek dan berubah jadi momster, melalui dua tifus, ... and keep rocking to this very moment.

sepuluh bulan, dan masih mencoba untuk ikhlas.

mencoba ikhlas bahwa yang dilakukan sekarang ini jauh dari penghargaan yang terukur. jauh dari takaran piala emas, perak atau perunggu di panggung perhelatan dunia periklanan. misalnya, rumah sudah capek-capek dibersihin ya pasti acak-acakan lagi dan harus dibersihkan lagi. atau saat sudah capek-capek masak, toh titan minta menu lain yang super simpel: nasi goreng ceplok telor. apa yang mau dihargai kalau bentuk karya ibu rumah tangga aja susah terlihat : )))

mencoba ikhlas sulit untuk memiliki me time, walau kadang separuh hati berkata bahwa saya sudah cukup punya me time selama 28 tahun dan saat anak-anak besar nanti pun saya akan memiliki me time itu lagi.

mencoba ikhlas bahwa dulu pernah punya pendapatan dan bebas mau ngapain aja, sekarang jadi salary-less dan punya rasa enggak enak saat harus mengandalkan suami saja.

merasa rendah diri, karena merasa yang dihasilkan biasa-biasa saja (ya karena itu tadi, hasil kerja ibu rumah tanggak itu enggak terlihat) dan juga merasa bodoh karena rasanya otak enggak dipakai untuk sesuatu yang terukur. kalau ngantor kan jelas: kerjaan selesai tepat waktu, klien happy, menang award. itu semua kan ukuran kesuksesan. lah kalau di rumah? kwang kwang kwang kwang ...
terukurnya nanti, kalau anak-anak sudah jadi 'orang' atau rumah tetap kinclong saat keluarga bertandang : )))

kalau ditanya apa saya sudah ikhlas dengan semua itu? jawabannya, saya masih terus belajar. masih mencoba mengesampingkan ego saya sebagai mantan pekerja kreatif yang ternyata tidak bisa selalu kreatif dalam urusan nyiapin masakan sehari-hari. masih mencoba untuk mengesampingkan keinginan untuk me time dengan menyingkirkan ponsel kalau bersama anak-anak. masih belajar untuk menjadi tetap cerdas dengan ikutan online course gratisan walau tutorialnya ditonton sambil terkantuk-kantuk plus sambil nyusuin. masih berusaha untuk ikhlas tidak berpenghasilan saat usaha wiraswasta lagi blooming-bloomingnya, dikalahkan dengan harus membagi waktu mempelajari kembali pelajaran SD karena pelajaran si kakak mulai serius.

di saat semua ini berkecamuk di kepala saya, sementara suami pun sibuk bekerja dan rasanya enggak enak kalau harus mendengar curhatan-curhatan kecil ini, saya sangat merindukan pembicaraan-pembicaraan ngalor ngidul (yang tentunya hanya sebatas wacana dan tidak dilakukan) dengan teman-teman. saya sangat merindukan perasaan santai dan legowo, yang tidak ingin menjadi ibu sempurna tapi cukup menjadi ibu yang dapat diandalkan saja. saya ingin menaruh rasa percaya yang lebih besar kepada anak-anak dan memberi hukuman yang jelas-jelas bisa saya lakukan, bukan sekedar ancaman. saya ingin menjalani hari-hari yang jauh dari rasa takut: takut telat ke sekolah, takut anak-anak enggak mau makan, takut anak-anak sakit, takut anak-anak gagal. saya ingin lebih ikhlas, menanggalkan ke'aku'an saya dan bersedia untuk berdiri di belakang. di belakang anak-anak dan suami.

saya dan titan di suatu pagi:

"Titan! Ayo cepat makannya, hap hap hap jangan sambil ngelamun. Nanti kita telat nih, sudah jam berapa. Belum lagi nanti macet. Atau kamu berangkat naik ojek aja ya, sendiri!"

"Ah bunda, bunda nih banyak takutnya. takut kecoak, takut telat, takut gemuk, takut takut takut apaaa lagi, masih banyak. titan aja cuma dua takutnya. takut laba-laba sama takut kalau bunda marah."



Comments