Trust.

Never I thought a trust that should be applied to children going to be this big. Not only trust in what they tell us, but more of how we can trust them on things they do not know as well. To believe in the options they make in life. To believe how their body heals and how their emotion to cope things. To believe they will survive with their potentials.

For example, when luna got sick. Many times, I did not believe in her body. To me, lab result is the ultimate thing I can count on. Simply because it is visible and accountable. I ignored how she managed to stay cheerful during high fever; that indicated she was actually doing fine and I did not need to worry much.

And I have learnt that trusting our children is damn hard. Specially in their early years before they reach teenage years. Because somehow, a mother just have that kind of hunch about their kids. The good hunch, and the bad one.

What makes it hard for me to trust them is; when I realize that they might not grow to be someone we imagine, and I get worry. Or when they have preferences that we do not related with, and I will feel uncomfortable. And when they grow bigger and taller and we need to trust the life options they make.

Each day after I think of this trust issue, I spent more and more time to ask myself how deep I have the trust for Titan and La Luna. It got me thinking, though. I still have a loooong way to prepare them to become someone who I can trust their life.


Kangen

Titan flu.
Karena takut tetiba sesak, jadi bobo sama Titan di atas.
Lalu aku pun flu.
Dan aku bermain dengan Luna.
Dan Luna pun flu.
Demi menjaga virus berada pada tempatnya, kami bertiga tidur di atas meninggalkan bubu yang bobo sendirian di bawah. Berhari-hari lamanya.

Bubu kangen Luna. Udah enggak bobo bareng lama banget rasanya.
Pulang kantor bubu cium-cium Luna.
Becanda, ketawa-ketawa.
Enggak lama, Bubu pun bersin-bersin.
Bubu pasang masker.
Bubu flu.

Kita udah mau sembuh dan Bubu flu.
Mencoba sebisa mungkin supaya virus tidak berputar kembali ke siklus awal.
Kita bobo di atas, bubu bobo di bawah.

Halah!
Sembuh ah semuaaa ... sehat sehat sehat!


The hardest part

Ngerasain sakitnya kontraksi 26 jam, checked.
Ngerasain dikhianatin, checked.
Ngerasain ditinggalin, checked.
Ngerasain dibohongin anak sendiri, trust me it hurtssss! (walaupun cuma soal kecil), checked.

Satu momen yang paling susah buat saya, dan mungkin juga para ibu lainnya, adalah memberitakan sebuah kematian pada anak. Apalagi kalau yang meninggal itu tak lain adalah keluarga dekat.

Eyangnya Titan memang sudah agak lama dirawat di rumah sakit. Kita sempat menjenguk beberapa kali. Salah satunya hari kamis itu. Sebuah telfon memberitakan keadaan kritis eyang. Air mata langsung menetes sambil bergumam "Yah, bapak...."

Ternyata, aku kalau lagi panik begitu benar-benar enggak bisa mikir. Totally blank. Segera menelfon taksi dan ke sekolah untuk jemput Titan. Sampai di ruang administrasi pun mata masih basah dan mulut masih terbata-bata memberitakan "Mau jemput Malicca, 2/3 B, family issue. Eyangnya koma."
Petugas administrasi pun langsung berubah air mukanya. Langsung ditelfon sang wali kelas dan saya pun berhambur ke lantai dua untuk segera menjemput. Sampai di ruang kelas, ternyata titan masih sholat.

Di taksi, Titan masih ngoceh panjang kali tinggi kali lebar. Sementara mata udah sembab banget, mau ngomong juga susah. Akhirnya, saya ngomong juga.

Titan, you know that eyang is sick right?
Well, today we are going to see him because his condition got worse. We don't know whether he will survive or not. But we have to be there to see him. To pray for him and to give him a great spirit to live and we need to be ready for the worst. 

Iya, ngomong serius itu emang lebih enak pakai bahasa inggris ya.
Lebih  singkat dan rasanya enggak sakit-sakit amat.

Titan cuma diam. Alih alih dia malah bertanya, kenapa orang menciptakan rokok. Kenapa orang harus merokok. Dan saya malah menjelaskan bagaiman sejarahnya ditemukan teh oleh kaisar Cina. Mungkin, mungkin ya, itu cara kami menutupi kesedihan.

Sesampainya di rumah sakit, Titan langsung sibuk bermain dengan ayahnya. Somehow, tanpa harus dikatakan, mereka  sedang berbagi sedih. Saling berada bersisian tampaknya sudah menjadi semangat besar buat keduanya.

Dua hari kemudian. Berita itu datang.

"Maafin bapak ya. He is in a better place now."

Tidak seperti dua hari yang lalu, kali ini aku enggak bisa nangis. Sibuk memikirkan bagaimana caranya ngasih tau Titan. Kebetulan Titan lagi ngaji, jadi aku punya waktu agak banyak untuk berpikir. Rencananya kami memang mau ke Rumah Sakit lagi sore ini untuk jenguk eyang. Tapi ternyata kami malah harus ke rumah duka.

Setelah ngaji, Titan bersiap-siap untuk mandi. Dia tahu, dia mau pergi ke rumah sakit dan kelihatan enggak sabar. Akhirnya, saya hampiri dia. Mungkin ini saat yang tepat. Buat saya, berada di bawah pancuran yang hangat bisa mengangkat luka dan pedih di hati walaupun sedikit. Jadi saya pikir, mungkin hal ini juga bisa berlaku buat titan. Sambil melucuti bajunya, saya peluk dia kuat-kuat.

"Titan, kita perginya enggak jadi ke rumah sakit tapi ke rumah eyang di depok. Karena eyang sudah  pulang ke rumah. Eyang udah enggak ada, Tan. Eyang sudah meninggal. Titan sabar ya."

Titan cuma mengangguk.

Saya lalu keluar kamar mandi membiarkan dia sendiri.
Kok aneh, responnya cuma gitu aja. Pikir saya.

Lalu kita pun berangkat ke rumah duka. Sampai sana saya ajak titan berdoa. Neni (neneknya) mengajak titan untuk melihat wajah eyang untuk terakhir kalinya. Untuk sesaat, tenggorokan saya tercekat.  Tiba-tiba semua gambar berlari mundur di kepala saya. Untung sahabat kami, Tata dan Patria datang dan saya pun teralih.

Sampai rumah, saya menemani Titan tidur. Hanya kami berdua di kamar. Lalu saya bertanya.
"Kenapa Titan enggak menangis? It's okay to cry. I am sad too."

Seketika itu tangis saya meledak. Juga dia. Kami menangis bersama, berpelukan.
Ada rasa sesal, rasa sedih, dan berjuta ingin yang menyembur dari hati.
Kepala Titan ajrut-ajrutan di dada saya yang memeluknya dengan erat.
Enggak banyak ngomong, kamu berdua cuma menangis.
Setelah itu, titan tampak lebih tenang. Lalu ia tertidur.
Saya buka halaman-halaman buku sketchnya. Terpampang gambar eyang, beserta tanggalnya. Sepertinya, digambar sore tadi selepas mandi.

Detik itu saya menyadari, bahwa titan anak yang introvert.
Jauh dari bayangan saya selama ini, bahwa dia adalah anak yang terbuka dan easy going.

*Peluk Titan*


Bulan november kali ini terlalu basah

The terrible two

La Luna is two years and four months now. Day by day, I am starting to realize how drama queen she has become. Sometimes I got easily ticked off. Sometimes, I pretend being a deaf when she tantrums. Here are some lists.

"The world revolves around me"
This is the first drama of all. When she talks, she will not allow you look at other spot. She would just pull off your jaw so you can see her in the eye. And watch she talks, sings or do something.

"If I am upset, I will make sure your life is miserable too."
She cried and cried and will not let you do your things. She will try harder to make you upset too. Like screaming while stepping on your toe, or throw your things to the trash bin, everything but a peaceful you.

"Everything needs to be done, my way. "
If you get wrong doing it, she would ask you to do it again.
Or, a tantrum.

"If I don't get what I want, so does everyone else. "
She is not getting an ice cream because she is having fever. Then she would grab anyone's ice cream and throw them away.

I wonder whether these things happen to La Luna only, or it is so typical of raising a daughter. Sadly and luckily, these also happen to most moms with daughters. I asked a friend when I will get through this phase. She laughed. Hard. Apparently the drama will always come up. In another form as our daughter grows.

Good God!

"Guys, how can you fall in love with us?"


"Jadi orang tua itu, harus mau repot lho!"
-Dr. Waldi, Spa-




His Facebook status today. Of course, with a story behind it. 
The story of a parent who gave their son homeopathy sedative, because they think their son is hyperactive. Dr. Waldi thinks that the child have so much energy and his parents need to channel it instead of giving him sedatives. 

Jleb moment for me. 

I am too lazy to take Luna for a walk, everyday. 
I am too lazy to take her bounce a ball or ride a tricycle, every afternoon.
I prefer her to squeeze playdough and paint, everyday.
And so I can watch her under aircon, and so I could peep my mobile, and so I could play the music on, and so I don't need to make nonsense conversations with the neighbour. 

Oh, two years and I haven't been a better parent.

Maaf ya Titan, La Luna, bunda janji akan jadi lebih baik.
Dan lebih sabar.
Bear with me. 

The life itself is a magnet, son.

You may not remember this day. May I may too, that is why I choose to write it down for you.
Today, we had a chat on a very early breakfast. 6 am to be exact. So early because you are going for a field trip for your multicultural event.

I told you a story about our neighbour, and elderly grumpy grandpa. I saw him busy trying to hurt a cat with a bamboo. The bamboo got stuck on the bush, instead, he got distracted and tried to get his bamboo back. The cat ran away. As fast as he can.

You laughed hard and you said this.
"You ever told me that when you start your day with whirlwind, you will be upset for the rest of the day. Is it what is going to happen with that grandpa next door?"

"Maybe. I don't know. But yes, I believe that the life itself is magnet. This may not be scientific but I believe it is how our mind works. Your brain grows according to your mind. The nerves get connected one to another. When you think of good things, the good neurons will grow and connected with other good things neurons and they will effect your body then will effect your life."

He looked confused.

"Here is more example about the life itself is a magnet. When you do good to people, people will do good to you right?"

You nodded.

"When you are bad to people, they would do bad things to you too. Or, they do not want to play with you. Or they want to hit you back if you hit them."

"Oh yes, it happens." You responded.

"When you think you cannot do the math, you will not be able to do it."

"Oh, that is what happen to me all day hahahaha" you laughed bitterly.

"Try this. You ride your bike and think you will fall today. I think you will fall from your bike right away."

"Because I keep busy focussing on I might fall."

"Yes, that is right. I think you get the point. So from now on, just think of happy thoughts aja. That you can do things, that you are going places."

"Iya sih."

And he went off to school.

Goin' frugal?

Beberapa tahun terakhir ini frugal living lagi gencar lagi. Kalau di tahun delapan puluhan orang jadi kreatif soal musik dan gaya, sekarang ini orang jadi lebih kreatif dalam soal hasta karya dan kebutuhan rumah tangga. Mulai dari home decor, montessori at home dengan segala aktivitas sensorialnya untuk kebutuhan mem-PAUDkan anak di rumah, sampai ke soal jahit menjahit pakaian. Terima kasih sama website-website seperti Pinterest, Instructibles dan semacamnya.

Enggak bisa dipungkirin lagi, kalau hidup memang semakin sulit. Perekonomian lagi berat, bukan cuma di Indonesia aja. Industri oil and gas yang kayanya untouchable aja, sekarang lagi PHK besar-besaran. Lucunya, kalau cerita-cerita soal tips-tips DIY sama nyokap; dia suka ketawa karena tips-tips itu udah ada sejak dia kecil dulu. Jamannya baju bikin sendiri, persis kaya kaya sekarang. Bedanya, kalau sekarang orang mulai PeDe untuk menjual hasil karya mereka. Sekarang, orang mulai pintar berjualan. Terima kasih pada teknologi :)

Lantas, apa hidup kita jadi susah-susah amat gitu? Kayanya enggak juga sih. Paling enggak, tidak sesulit jaman ibu saya kecil dulu. Walaupun, prosentase persediaan liquid cash menjadi lebih sulit karena sekarang semua berbentuk barang. Dalam artian, harga sekarang ampun-ampunan naiknya.

Nah, trus gimana dong mensiasatinya? Karena bagaimanapun, makan-makan kecil di luar, jalan-jalan, itu terapi lho buat keluarga. Apa iya kita harus menghilangkan itu? Trus gantinya apa? Nah, karena belum menemukan gantinya; kalau saya memilih untuk menurunkan standar yang masih bisa tergantikan. Yaitu, belanja bulanan hahaha.

Trik pertama, mulai pake homebrand. Sebelumnya, enggak pernah yang namanya ngelirik homebrand. Ya kepikirannya sih karena cuma beda seribu dua ribu, dan persepsinya merk yang beriklan kan lebih bagus. Tapi ternyata setelah dipikiri-pikir, kayanya hasil akhirnya sama aja. Mungkin barangnya beda, tapi kebiasaan saya dalam menggunakannya sama.

Misalnya, tadinya beli detergen itu rinso molto. Tapi kemudian pakai pelicin pakaian juga saat disetrika. Ya udah deh, wanginya jadi wangi Trika. Jadi ya sudahlah ya, ngapain beli detergent multifungsi? Pakai aja detergent biasa, toh ditambah pengharum dan pelicin.

Misalnya, tadinya beli diaper Merries. Tapi toh setiap empat jam saya bangun untuk mengganti diapers walau pipisnya masih sedikit. Jadi, kenapa enggak ganti yang lebih murah aja? Toh, yang penting sering diganti bukan kemampuan menyerap lebih lama. Eh, tapi akhir-akhir ini Merries lagi sering promo. Nah, kalo promo sih nggak papa ya!

Soal makan di luar, ini juga pe-er nih. Keluarga besar saya seneng banget makan di all you can eat di casa suki. Tapi, buat saya, all you can eat itu lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya hahaha. Harganya mahal, makannya dikit. Alhamdulillah nemu restoran pengganti yang steam boatnya enggak harga paket. Dihitung per butir, per piring kecil, pas banget buat kita. Kalau di Casa Suki satu orang bisa habis dua ratus ribuan, di Tako Suki makan berenam habisnya empat ratusan. Kuahnya juga lebih enak, lebih dekat, enggak perlu reservasi. Oh, yeay!

So, am I living a frugal life?
Not really sih. Tapi ternyata triknya adalah, mengganti apa yang bisa diganti.
Bukan valuenya yang diganti.


Homebrand Superindo, ternyata banyak yang UKM. Go local go! 

Homemade playdough dari tepung, garam, air, minyak sayur dan food essence.


Peluk!

Pelukan itu menyenangkan ya.
Menghangatkan hati.

Setiap malam, sebelum bobo, saya selalu meminta Luna dan Titan untuk saling peluk.
Kalau mereka berantem, setelah minta maaf enggak lupa harus ada juga gesture peluk dan sun pipi.
Kaya bunda sama bubunya yang lagi marahan, trus peluk-peluk minta maaf di depan anak-anak.

Before bed ritual

Vitamin Sea

Bubu pengen ngabisin cuti.
Luna lagi seneng nonton Ponyo.
Titan, masih juga keranjingan sama perahu.
Jadi rasanya memang tepat kalau tema liburan kita kali ini adalah P A N T A I

Awalnya, kita berencana untuk ke Belitung. Tapi ternyata setelah tanya-tanya, fasilitas water sport di sana masih kurang mumpuni dan island hoppingnya pun lumayan agak jauh, kurang cocok buat Luna yang masih umur 2 tahun dan takutnya panik saat naik perahu.

Pilihan ke dua sempet tanya-tanya ke roemah pulomanuk  yang ternyata punya si director iklan Isaac Wee. Udah sempat imel-imelan, tapi setelah dipikir-pikir, situasi pantai selatan terlalu hardcore buat anak-anak karena berbatu dan berkarang. Ombaknya yang besar pun lebih cocok untuk para surfer ketimbang bocah-bocah yang kangen laut.

Akhirnya, kita memutuskan untuk pergi ke Pulau Umang. Jauh sih naik mobilnya, tapi Luna bisa survive waktu road trip ke jawa tengah. So, perjalanan 6 jam kayanya sih bakalan aman-aman aja. Naik perahu ke pulaunya pun enggak lama, cuma sekitar 10 menit. Jadi cukup amanlah ya buat Luna dan kayanya cukup mengakomodir keinginan semua pihak. Bisa main pasir, bisa berenang, bisa mancing, bisa naik perahu, bisa water sport.

Dua hari setelah Luna sembuh, kita berangkat. Jam enam pagi dari rumah. Sengaja berangkat pagi supaya anak-anak masih bobo jadi bisa melanjutkan tidur di mobil. Selalu lebih aman begitu daripada nungguin mereka bangun, sarapan trus berangkat. Kemungkinan cranky lebih kecil kalau mereka berangkat tidur malam udah siap dengan baju pergi dan paginya kita angkut sama bantal-bantalnya ke mobil hahaha! Bagian belakang mobil pun sudah disulap jadi empuk dengan tumpukan bed cover.

Bener aja. Anak-anak mulai bangun jam sepuluhan saat kita sudah menembus Pandeglang. Bangun dengan segar lalu asyik ngemil arem-arem dan bloeder bekalan sambil lihat-lihat pemandangan.

Sampai di daerah Sumur sekitar jam 11. Sempat menunggu sebentar sebelum akhirnya kita menyeberang dengan motor boat. Untungnya lagi si pulau umang ini ada parking lot nya dan dijagain 24 jam sama security. Yah, nggak perlu khawatir lah ya.

Pulau Umang memang langitnya enggak sebiru Belitung. Tapi kalau untuk bawa anak-anak, buat saya sih cukup. Anak-anak juga happy banget. Bisa main pasir, bisa berburu kerang cantik, bisa melihat ikan-ikan lucu dari dermaga yang cuma 50 meter dari pantai. Luna juga kesampean liat 'Ponyo' dalam bentuk ubur-ubur mungil. Kita juga sempat main ke Pulau Oar juga yang letaknya bersebelahan dengan pulau Umang.

Untuk resortnya sendiri, maintenancenya memang sudah kendor. Tapi masih terlihat sisa-sisa kejayaan mereka. Agak sayang sih. Tapi buat saya selama ac masih OK dan ada water heater, itu udah cukup.

Buat biaya, kemarin kita dapat harga paket. Untuk 2 orang dewasa 1 anak dan 1 balita; kita kena sekitar 3,2 juta rupiah. Sudah termasuk makan 6 kali dan penjemputan kapal. Untuk trip ke pulau Oar, kita dikenakan harga 50.000 per orang dewasa dan 30.000 untuk anak (batita enggak dihitung). Untuk snorkling, 75.000 per orang.

Yang menyenangkan lagi adalah, stafnya ramah-ramah banget! Di hari keberangkatan kita rajin banget di SMS untuk update posisi, didoain semoga lancar dan juga diingetin untuk makan siang plus dikasih tau spot makan siang yang OK di perjalanan. Sampai di sana pun mereka memantau terus kegiatan kita dan setiap waktu makan kita pasti di SMS kalau makanannya sudah siap. Personal banget, ya. Dan kemarin itu kita beruntung banget memutuskan untuk pergi saat weekdays, karena begitu kita check out datanglah rombongan perusahaan sebanyak 150 orang ha ha ha!

Well, happy happy happy ... kapan-kapan mau kok balik lagi.

Settingannya cocok untuk honeymooners ya hahaha 

Rumahnya sebenarnya terlalu besar untuk kita ber-4 yang senengnya bobo usel-uselan 

Pulau Oar, the snorkeling spot

Sulit dikatakan Luna ngantuk atau khawatir

Kakak Titan's thingy. 

Belajar survival, bagaimana membuat api. 

Bikin kandang umang-umang. Pantes namanya pulau umang, banyak umang dimana-mana. 




Ada botol whiskey nyamperin, kita isilah dengan doa.  
Pulangnya mampir ke Mercu Suar di Carita




All in all, it was happiness for all. Setelah dipikir-pikir, kayanya ini trip liburan pertama yang isinya cuma kita berempat aja. Karena biasanya kalau jalan-jalan kita selalu ajakin aki-nini atau uwak dan ponakan-ponakan.

Ternyata, perlu juga sering-sering pergi liburan berempat aja.

Halo, Oktober!

Oktober baru dua belas hari berlalu.
Tapi, hati dan kepala rasanya berisi banget.
Alhamdulillah.


Yet I complained still. 

Beberapa minggu lalu kembali 'bertemu' dengan teman lama waktu kos jaman kuliah dulu. Anak psikologi '96. Dia menikahi cowok yang dulu dia pacarin yang sekarang lagi sekolah di luar negeri. Sambil nemenin suaminya bikin desertasi, temen saya itu nyambi kerja jadi social worker. Tugasnya, menjadi konselor para pencari suaka.

Awalnya saya enggak peduli sama sekali soal para pencari suaka menyuaka ini. Kadang malah jadi suka becandaan betapa ingin saya mendaftar mencari suaka ke luar negeri. Anything out of Indonesia. Tapi setelah mendengar ceritanya, jadi kasihan sekali rasanya. Terhadap si pencari dan juga terhadap teman saya; yang harus mendengarkan kisah-kisah sedih setiap hari. Dia bilang, pulang dari kantor rasanya sudah kering sekali. Emotionally drained.

Yeah, I feel you. Saya cuma bisa bilang begitu.

Para pencari suaka itu menjual harta di tanah airnya, uangnya dipakai untuk migrasi. Biasanya nemplok dulu ke negara tetangga terdekat dan mendapat label 'refugee'. Salah satu dari mereka, berlayar ke negara tujuan dengan harapan bisa bekerja, mendapatkan status permanent resident baru kemudian membawa serta keluarganya. Tapi semua itu memakan waktu yang tidak sebentar, bisa sepuluh tahunan bahkan lebih. Terbayang keluarganya di negara transit dengan label refugee yang ternyata kelaparan, tidak sekolah dan seringkali menjadi korban penculikan (human traffic-ing) dan perkosaan.

Setiap hari teman saya itu bercerita lewat whatsapp, betapa hampir semua pencari suaka itu senang bisa mampir selamat di Indonesia (sebelum melanjutkan lagi perjalanan ke Australia). Karena semua orang Indonesia yang dia temui baik-baik. Beda sekali dengan status teman-teman saya di FB (atau status saya juga) yang seringnya menjelek-jelekkan bangsa sendiri atau memprotes pemerintahan.

Tuhan begitu baik, mempertemukan saya kembali dengan Clara. Nama teman saya.
Hari-hari

Parent instinct, a detour. 

Empat hari sebelum berangkat liburan, tiba-tiba La Luna panas lagi. Seperti biasa, 40 derajat. Ibuprofen anal sudah sempat masuk 1 butir sebelum besoknya kita bawa ke dokter.

Kali ini dokter baru. Udah lama sih dengar nama dokter ini, dokter Waldi. Tapi baru sekarang benar-benar berkeinginan untuk pay a visit karena penasaran kenapa Luna jadi sering sakit tapi dokter keluarga kita masih anteng-anteng aja.

Masalahnya sih ternyata simpel, cuma kena virus common cold aja (walaupun enggak ada gejala batuk-pilek-diare-muntah) dan itu pasti tertular dari orang lain. Ndelalah dokter waldi ternyata kenal dengan dokternya Luna (dan Titan). Menurut dia, mungkin karena dokter itu terlalu lama di perina rscm dan bergaul bersama bayi. Buat bayi, panas 40 derajat memang sangat membahayakan, tapi tidak untuk anak-anak. Jadi selama ini treatment yang kita lakukan adalah, menunggu panas hingga 3 hari dan selalu berujung cek lab. Bahkan saya seringkali memaksa cek lab di hari 1 karena cek NS-1 (untuk mendeteksi DBD) paling efektif dilakukan di hari-1 dan ke-3. Saat lab berkata leukosit tinggi, masuklah antibiotik. Selalu begitu selama beberapa bulan terakhir.

Dokter waldi geleng-geleng kepala aja melihat riwayat antibiotik Luna yang sudah pindah tiga tingkatan dalam 5 bulan terakhir. Kita lalu disuruh pulang dan meneruskan parasetamol bila perlu (saat Luna mencapai panas 39). Kali ini kita dipaksa untuk tidak melakukan cek darah dan lebih mempercayai insting orang tua. Jika panas mencapai 40 atau lebih, disarankan untuk berendam air hangat. Sesering mungkin pun boleh. Pulang dengan perasaan lebih lega, cuma lebih repot aja siapin air hangat. Rendam. Siram-siram. Handukin, bajuin. 10 menit kemudian rendam kembali, siram-siram lagi. Handukin, bajuin. Gitu terus, tengah malam sekalipun. Oh iya, sanmolnya diganti tempra. Amazing, bekerja lebih cepat. Hahahaha, ya wajar sih. Dalam per 5ml sanmol hanya terkandung 120mg parasetamol. Tapi dalam 5ml Tempra terkandung 160g parasetamol. No more ibuprofen karena sangat berbahaya kalau panasnya ternyata karena DBD.

Dua hari kemudian, Luna sembuh. Total panas demam 4 hari. Liburan sempat digeser sedikit dan setelah Luna sembuh pun kita berangkat. Alhamdulillah, enggak ada keluhan apa-apa.
Beberapa kemudian, saya berteman dengan dokter waldi di facebook. Sebelum diapproved, dia tanya dulu apakah pernah kita bersua.

"Pernah dong dok, dokter yang ngajarin Luna rendeman kalau panas." saya bilang.
And I made another friend on Facebook.

:)


01:39 am


just went down the stairs to see him.
kinda miss my guy.
but of course, i have that big pride to say it *palm face*
and so i brought him a bowl of apple and warm toast with melted cheese inside.
i saw him sipped the ginger tea i made for him previously.
he has been working late.
much as always.

before our life now, i ever had a dream of us.
that we sat together on a couch.
me busy watching the telly and he got busy with his laptop.
as what is happening now.
i had those dreams (literally) a lot back then.
me and him.
as our path united, the dreams started to fade and becomes reality.
he was obviously the antidote.
he keeps my astral. he keeps me sane and throw away my anxiety when i sleep.

he is one of the passionate person i know.
he knows what he wants, full of determination but has a great faith of destiny.
when he fails, he just stops to start again.

he waited me for fourteen years.
the only thing if i ever have to repeat life, this is the thing i don't want to.
even if it is the last thing to do.
too much coincidence in fourteen years that we neglected.
too busy with the mind, we cannot read the signs.

but we are together now.
even though sometimes, this mushy feelings were killed by responsibilities.

maybe,
one day.







The horrifying era.

Akhir-akhir ini, sering kepikiran soal masa pensiun. Saya bekerja sekitar 13 tahun. Kalau dihitung usia pensiun dari umur 55 dan saya hidup sampai umur 80 tahun, berarti ada 25 tahun masa pensiun yang harus saya biayai. Itu kalau saya berhenti bekerja di umur 55. Karena saya berhenti bekerja di umur 34, maka jumlah tahun tidak produktif saya menjadi 25 ditambah 21 tahun.

Yep, 46 years in total.

Tinggal berdekatan bersama orang tua yang sudah belasan tahun pensiun, sedikit banyak membuka mata saya. Hidup di usia tujuh puluhan dan bersahabat dengan suplemen. Melihat anak-anak beranak pinak dan ikut memikirkan masalah mereka yang semakin pelik; lebih pelik daripada memikirkan mau memilih sekolah dimana saat mereka kecil dahulu. Kebosanan yang amat sangat ketemu pasangan terus menerus dan berdiam di rumah berzaman-zaman (bukan lagi berjam-jam). Belum lagi perasaan sensitif karena post-power symdrome, jadi melihat segala sesuatu termasuk kritikan menjadi negatif dan menyalahkan diri sendiri. Atau perkembangan di sisi lainnya, menjadi lebih patronistik dari sebelumnya.

Oh, I don't know whether I can handle those.

Kalimat 'Semua sudah ada takdirnya' terkadang memang menenangkan. Tapi seringnya, menghanyutkan. So still, they got me thinking. A lot.

Bekerja itu selalu baik. Selalu. Karenanya setiap main job atau side job harusnya bisa dipikirkan untuk menjadi bekal saat tua. Usaha apapun yang kita lakukan hari ini, walaupun kecil, seharusnya bisa jadi celengan utuk masa depan. Kadang hal ini juga yang jadi tendangan buat saya saat malas mengaduk caramel. Karena, masih sangat tergantung mood dan memanjakan keadaan saat saya sedang tidak memungkinkan untuk mengaduk gula.

Tapi ya gitu deh, seringkali kata MALAS memang menjadi raja. Selalu, bukan?

Kemudian saya juga berpikir tentang pentingnya menemukan hal yang kita sukai dan bergabung dalam sebuah komunitas. Supaya ada celah venting-out kala kita berusia tujuh puluhan dan memiliki pikiran 'hidup ya gini-gini aja' ... alias ... bosaaan.

Saya masih ingat sebuah kejadian beberapa tahun lalu saat masih bekerja. Di sebuah makan siang, ramai-ramai sama teman-teman. Tiba-tiba, datanglah seorang ibu yang ternyata ibu dari teman saya yang memang janjian untuk ketemuan di restoran itu. Dan tiba-tibanya lagi, tahu-tahu kita semua ditraktir sama ibu teman saya itu. Saya langsung salim. Kontan ibu itu jadi salah satu idola dalam hidup saya. Saya ingin menjadi seperti dia. Di saat yang sudah renta, masih bisa masuk sendiri ke restoran; ikut ngobrol sama teman-teman anaknya dan mentraktir mereka seperti beliau mentraktir anak-anak kecil di McD.

Yes, that power.

Kebayang gak sih kita ngejalanin masa tua tanpa kekuatan itu (lagi)? Tanpa power untuk sehat? Tanpa power to finance ourself (and our loved ones)? Tanpa those small treats, not necessarily a big vacation trip? Trus kita hanya hidup meratapi diri dan menerima belas kasihan anak-anak yang menghidupi kita? Then how can we earn that power if we do not start it from now? Damn, ... gue benci deh sama kata satu ini: investment! Tapi memang sehat dan uang itu adalah masalah investasi *nangis di pojokan*.

And me being me, yang setelah menulis ini bakal kembali menjalani hari dengan biasa aja, berbisik doa buat masa pensiun nanti.

Semoga saya diberi rasa syukur yang besar akan setiap rezeki yang saya dapat. 
Semoga saya tidak menjadi sensitif dan masih dapat berjiwa besar sekalipun dihidupi anak. 
Semoga saya diberi kemampuan untuk legowo atas semua hal yang pernah saya punya dan kini tidak ada lagi di hadapan mata (dan di dompet, tentunya).

Amin. 









Those who took swimming lessons, for dinner

I think,
one of the bless for a wife is to have a husband who will eat anything she cooks for him.
Imagine if you have to take another complaints after hours of cooking and clean up all the dirty utensils after you cook. What even more hurting is when he doesn't touch the food at all.
Aw, it is so rude!

Since Ariawan changed his eating habit to food combining, I must say that I am a little bit out of hands. Morning is easy. Lunch is a bit tricky. But dinner, is the hardest part because I need to vary my recipes of cooking animals. The two legged animals are boring, the four legged animals are hard to bite (because I don't have pressure cooker) and those with fins are smelly.

I managed to bake the fins tonight, anyway. Tasted so so, hubby and kids did not look excited but they ate it anyway. Need to try harder next time.


Garlic, pepper, lemon, honey

The cuttlefish are good, however.


Thank you, universe!

Having a house is a forever commitment. After ten years, we finally managed to have a kitchen and dining table just as we wish for it to be. The colour, the organizing (yes! I managed myself to declutter all those stuffs!) the stool and the dish dryer rack I have been searching for quite sometimes; I found it in coincident.

It five boxes out to declutter.
I am proud of myself how I can live less in the kitchen.
I am happy.

Suppa happy!





The one that is so me.

Kinfolk. What Kinfolk?
My house is so way way way out of monochrome.
Sometimes I wanted its kind of style. But real life gives me much colors. That means drawings of my kids and the wall for them to show off.

I cannot stand 'cold' and 'clean' settings.
I think it is not ... organic.
It is so ... pretentious.

The house I am living now, a bestie said that it is so me.
Oh well, ... who else can it be?
Hubby always say, do whatever you wish for them to be.


Every corner is kid's corner

I always love warm and unexposed lighting

Express yourself #madonna

Our family picture

This is my boy!


I am a blessed mother. 
Sometimes I am afraid that it is too much and I will expect so much more. 
Sometimes I am afraid I cannot bear the disappointment. 

I am raising such a gentle boy. 
The one who communicates really well since he was a toddler. 
The one who took care of me really really well when there was no one but just the two of us. 
The one who seals my mouth when he was being sarcastic, ... he got it from me. 

God knows how much the love I have for you. 



His poem last week

His poem this week

A little not in front of my door as he went off to school


Akhirnya, saat itu datang juga.

Kali ke dua mencoba menyapih Luna. Malam ini tepat malam ke tujuh Luna bisa bobo malam tanpa nenen. Perlahan mulai hilang crankynya, walau masih kebangun tengah malam mencari sudut kenyamanannya di dadaku.

Ternyata benar, menyapih itu butuh kekuatan dan keberanian bagi keduanya. Like it takes two to tango, masing-masing saling menguatkan. Terima kasih pada alam, yang membuat semua ini terjadi. Karena kalau enggak ada edisi muntah-muntah lagi seperti Juli lalu; mungkin saat ini Luna masih nenen juga.

Aku enggak pernah nge-set timing kapan Luna harus berhenti menyusu, karena seperti yang pernah aku ceritain di sini beberapa bulan lalu; kegiatan ini sama-sama menyenangkan buat kita berdua. Jadi mau sampai 3 tahun atau 4 tahun pun aku enggak keberatan. Tapi, terima kasih sama dokter rossie yang mengingatkan, kalau umur 3 tahun fase oral harus sudah selesai. Itu artinya, fase nenen dan coba-coba semua masuk ke mulut udah harus selesai. Luna sudah harus bisa dididik untuk berhenti itu semua. Plus, toilet training. Wah, ... tugas yang berat untuk umur 2 tahun ya.

And I am so proud, my baby girl is getting through them so very well. Kalau mau ke belakang, udah bilang dan langsung lari sambil copot celana sendiri. Walaupun masih suka ketuker mau poop atau mau pee. And for the weaning part, ... it is gorgeous.

Betapa hebatnya masa menyusui, namun enggak kalah hebat juga masa-masa menyapih. Setelah seminggu ini disapih, mamnya makin lahap dan semua mau dicobain. She gained another 500 grams within a week. Dan yang paling signifikan adalah, dia makin berani mengeksplorasi lingkungan sekitar. Bangun tidur sendiri, buka pintu dan mencari sendiri dimana ibunya. Kalau dibawa ke tempat umum pun dia sudah mau jalan-jalan sendiri dan menyapa orang-orang asing. Mau bobo pun sekarang mau di sekitar bubunya instead of under my armpit hehehe.

So what are the tips for this lovely weaning with love?
1. Understanding. Understand that both mom and kid needs time and follow your motherly intuition to notice which time is the right time.
2. Talk talk and talk. Give her understanding in a way she understands. Di kasus Luna, kayanya anaknya tipe benefit oriented. Jadi, daripada aku kasih tau dia soal sekarang udah gede dan anak gede enggak menyusu lagi; aku kasih tau dia kalau menyusu takutnya akan muntah-muntah lagi (dan memang itu kejadiannya, bukan bohong) ... and it works.
3. Load some more lots of activities to distract her from thinking of leyeh-leyeh sambil nenen
4. Introduce more variants of taste and textures to the tongue.
5. Some 'old school' tricks like putting band aids or even lipstick to your breast might needed, never be ashamed or feeling guilty just because of that.

And it's all folks!


Put up lots of activities ... 


... I mean LOTS!!! 

These are the series of persuading face 'Minta Nenen' 



Egos down

Nini cerita, sepulang sekolah tadi Aki langsung memeluk Titan.

"Titan, aki minta maaf ya semalam marah-marah ngajarin Titan. Abis Titan sih, kalau diajarin tuh yang fokus dong. Titan maafin aki, enggak?"

"Iya Ki, Titan maafin aki kok."


Selang beberapa waktu kemudian ... 


"Bunda, Titan udah temenan lagi sama aki."

"Oh ya?"

"Iya, aki sudah minta maaf sama Titan."

"O gitu, bagus dong. Trus Titan maafin enggak?"

"Iya dong, masa orang udah minta maaf enggak dimaafin."


Men of my life. How I love them. 



A gentle reminder


Seringkali kita berdoa meminta kemudahan, 
tapi kita lupa meminta kekuatan untuk melaluinya.
Seperti halnya kita sering berdoa agar diberi petunjuk, 
tapi kita lupa berdoa untuk diberi kemampuan 'membaca' petunjukNya. 



Rum raisin chocolate

"Late, kan?"

"Oh yup. Thanks. Masih inget aja." Kataku basa-basi.

I never like coffee, if only you ever knew. They make me tremble, so Late was the only coffee I could bear because two-third of the cup was only plain milk.  

You gave me the cup and smiled.

Ouch, that smile again. And those pockety-lack of sleep eyes hiding behind your spectacles. You said man should sleep lesser than a woman. And It meant a lot. It could mean they work harder. It could also mean they slept later so they could watch their woman sleep peacefully and secretly traces their wrinkles. Count their eye lashes. Kiss her goodnight, put a blanket on her and back to work. 'Till the dawn comes. 

"Diminum, dong."

"Oh, iya."

Shite, why I was a bit nervous. Wait, ... a bit? I was nervous. Totally. 
I held my cup tight and had a sip. But my lips never touched the Late. I prefered watched you sipped. Warmth slowly traces down my throat just by seeing you sipped the coffee. Gosh, ... how I miss you. 

"Aku enggak pernah berjalan sejauh ini." Kataku.

"Masa? Why not?"

I mean ... I have never let my feeling goes this far. 

"You know ... badan aku tuh norak banget lah. Gak bisa kena dingin dikit aja pasti langsung masuk angin. Kamu enak, ... gendut." As I poked his flabby tummy.

You laughed hard. I still remember how it feels to hug you, do you know that? Well,  also when you hugged me. They were all the same. It was like my whole body was crunched into a fluffy pot and sealed. I felt safe and comfort. Only just I hugged you more than you hugged me. 

You looked away to the distance. There was a slight of awkward pause. 

"Kamu ngapain ke sini?" Kataku ragu. Takut salah.

You kept walking. You sipped your coffee and put your hand in your pocket. You sipped it again, and ... no. You did not sip it. You put your cup down. And you stopped. I was a walk away behind you when you turned around and pointed my cup. 

"Buat itu." Katamu sambil menunjuk gelas Lateku.

"Oh ... what about this Late?" I chuckled.

"It is not. You never like coffee, don't you?"

I trembled. This time it was not because of the coffee.  
My hand muffled up in mitten. 




Photograph by my art director partner @marshattacks





Diet? What diet?

Saat suami memutuskan untuk diet, maka itulah saatnya sang istri menderita kepusingan yang amat sangat. Pusing mikirin musti ngasih makan apa.

Lima tahun yang lalu beratnya bubu masih ideal. Hasil dari sepedaan naik turun bukit kalo kuliah ditambah kelupaan makan karena deadline tugas-tugas dan analisa riset yang ditagih mulu sama profesornya.
Sampe Jakarta, tingkat stres yang lebih besar dan kurang beraktivitas fisik bikin bubu melar abis-abisan. Belum lagi kalo ngantor naik ojek yang tinggal menclok. Beda dengan nyetir sendiri yang sebenernya masih memperkanankan adanya gerakan, mikir dan jalan dari parkiran ke tempat duduk di kantor. Tapi memang kondisi jalanan jakarta makin devilish aja setiap harinya.
Trus lagi, bubu punya kebiasaan enggak bisa lihat makanan sisa. Katanya sih dulunya hidup susah, jadi kasian kalau liat makanan dibuang-buang. Akhirnya dimakanlah itu makanan kalau titan, luna dan aku enggak habis.

And so the story goes, menggelembunglah badannya. Dua puluh kilo lebih dicapai dalam empat tahun. Hingga beberapa hari kemarin, dia mengeluh badannya mulai enggak enak dan sering pusing. Akhirnya dia memutuskan mau merubah pola makan.

Jeng-jeng! This is it. Dulu-dulu saya yang paksa dia untuk makan yang baik. Tapi kalau dia menggelendut seperti sekarang ini ya sebenernya salah saya juga ya. Kan saya yang sediain makannya. Dan juga cemilan-cemilan di rumah. Dan juga ramen-ramen instan itu yang Masya Allah enaknya apalagi kalo dimakan tengah malam. Plus soda-soda yang tersembunyi di lemari supaya enggak dilihat anak-anak, tapi siap dikonsumsi bubu - bundanya hahahahaha. Culas.

Akhirnya mulailah saya googling. Sempet tanya-tanya temen juga yang punya catering diet mayo. Sempet tanya nutrisi-nutrisi macam Moment dan Herbal Life. Googling diet berdasarkan tipe darah. Wah, tapi ternyata saya malah jadi mendapatkan berita-berita yang justru bertolak belakang. Disinyalir diet mayo itu sebenarnya bogus atau termasuk dalam kategori hoax. Karena ternyata Mayo Clinic enggak pernah mengeluarkan statement resep diet tersebut karena mereka percaya kesehatan bukan cuma dilihat dari pola makan.
Kalau minum suplemen, kayanya bubu bukan tipe yang mau makan suplemen-suplemen aneh-aneh gitu. Dia orangnya termasuk yang hati-hati kalau minum obat. Lagi pusing atau flu aja belum tentu dia mau minum obat, apalagi suplemen diet? A big NO NO lah kayanya.
Diet berdasarkan golongan darah? Nah, ternyata setelah baca-baca literatur, golongan darah O itu ribet banget dietnya. Saya yang skip lah kalo ini. Trus gimana dong?

Akhirnya saya teringat nama erikar lebang dengan food combiningnya. Sebenernya udah lama juga sih denger-denger soal food combining ini. Dan setelah baca-baca, ternyata food combining memang bukan jenis pola makan baru. Dietnya Rasulullah juga sebenernya model-model begini (katanya) hihihihi.
Akhirnya aku kumpulin tuh alasan-alasan kenapa memilih food combining. Karena bubu tuh bukan tipe orang yang suka diet, tapi makanan tanpa rasa pun pasti susah dia telan. Kasian kalau musti diet tersiksa. Saat aku mengajukan proposal, tak disangka tak dinyana dia menjawab "Aku nunut waeeeeee, Nda!" Hahahaha ... tau gitu kasih buah aja pagi-siang-malam.

Tanpa persiapan gimana-gimana, akhirnya dimulailah program diet itu keesokan harinya. Karena inti food combining cuma ini:




Alhamdulillah banget punya suami yang mangap aja dikasih apaan aja. Hari pertama sarapan aku kasih jus buah yang rasanya masih enak. Makan siang dan malam sih biasa sesuai bagan di atas. Cuma untuk malam hari, selalu ditutup lagi dengan jus. Di hari ke dua, mulai jahil masukin sedikit oats. Seret. Iya bu, ini air putihnya kalau seret. Hari ke tiga, mulai disisipin sayur mentah di jusnya. Kok hijau? Iya, kecemplung pok choi tadi. Tapi tetep ditelen dengan sukses.

Rupanya bubu udah bener-bener niat nurunin berat badan, nurut aja sama apa yang dikasih istrinya dan tanya-tanya kalau ada makanan godaan di kantor.

"Nda, boleh makan cakwe nggak?"
"Sebenernya sih enggak. Tapi kasian kamu. Boleh deh, tapi satu aja. Peres minyaknya."

"Nda, Jumat kan ada catering. Menunya lodeh, ayam goreng sama nasi. Yang enggak boleh dimakan yang mana?"
"Terserah maunya nasi + lodeh atau lodeh + ayam?"
"Yah ternyata sayurnya ada udang dan tahunya"
"Tahunya boleh, udangnya jangan. Protein hewan kan buat malam aja. Kaya singa bu, abis mamam daging trus bobo."
"Oke Oke"

Hahahahaha apapun dietnya emang paling bener drive dari diri sendiri, ya. Alhamdulillah memasuki hari ke empat dari berat 79 kg tadi pagi beratnya bubu udah 76 kg. Mukanya seneng banget.

"Bu, enak gak sarapan makan buah doang?"
"Gak enak, mending gak usah sarapan aja"
"Tapi nanti makan siangnya nggragas."
"Iya juga sih"
"Lagian enggak boleh, menyalahi siklus tubuh."
"Aku nunut wae lah, Ndaaaaaa"

Hahahahaha ... oh iya, buat yang mau tau tentang si food combining itu bisa google aja webnya erikar lebang, ya.

Just because

Alhamdulillah,
minggu ini Titan mulai privat mengaji.
Mainstream? Maybe.
Cliche? Maybe.
Rising a good child, guaranteed? Probably no.
Heaven, guaranteed? Definitely no.
But this is how I was raised,
and I am thankful I was raised this way.

Hopefully Titan is too.

Forgetting this, forgetting that. breaking this and breaking that.



A little note:
Need to set up a good example. So from this moment, since my kid starts reading my blog too, I need to write with the correct spelling, punctuation and capitalisation.

So help me God.


Okay.
Up to this moment, I am still observing what kind of type my kids are. Those who tend to avoid risks or those who has oriented with benefits. Surely two of the types need different approaches.
But along the way, my children easily swifts from one to another. So I got confused in giving the right approach and I became inconsistent. That happens quite often.

So, to us, while I am conveying myself what types my kids are, logical consequences still applies the best for them. There are always consequences behind our every actions.

What is bothering me a lot these days are how careless Titan is. I wonder why I did not notice this back then. Well, maybe I had always thought he is a little boy and I needed to remind him over and over. But now he is eight and he is physically looks pretty big on my eyes, reminding him over and over and he kept forgetting what I said is no longer funny. Not funny at all. It is like you kept saying the same thing to an alien. And the big questions arose: Until when? What if I die and nobody remind him anymore? Well, then I must make action.

Our family needs 1 kilogram of eggs every week. Many times, I ask Titan to buy at the nearest warung if we ran out the eggs out of my grocery schedule. About fourteen eggs in every kilograms, and he came back with only eight or ten. The rests have broken into pieces and so I need to wash all the eggs and keep them in the sun e few hours to dry up. It always happen and I kept asking him and no progress.
So what I did was, I talk to him. For every egg he breaks it is equal with the amount of the day when he cannot eat it. And he was the king of egg. For his french toast, for his scramble, for his telur dadar kornet. No naggings. I just tell him.

His iPod. The first generation of iPod touch and I gave it as his first birthday. He always left it somewhere, for it has gone for like ... four years and we managed to find it again. One night he left it at nini's house and went straight to sleep. I woke him up and tell him to get his iPod. I put it in the drawer and lock it and said he cannot use it for a month. No naggings. I just tell him.

His bike. He always put it wherever he likes and blocking other cars. What I did was, I called him to clean it and put it on the garage. Put a padlock and said he cannot use it for a week. No naggings. I just tell him.

His meal. He often ask for more menus I cook and left it unfinished. What I did was, He need to prepare his own meal for a week. No naggings. I just tell him.

The conclusion about careless kid is, that they need to be responsible of what they have done. And, parents need to be consistent and so they trust us. I know it is hard. Big time.


Fridate with the girls




I am a mother goin' out with my mother. 

Jumat kemarin, kita niat pergi agak jauh. Dharmawangsa Square. Well, waktu yang kurang tepat untuk jalan-jalan sih sebenarnya. You know, ... Jakarta's traffic on friday. Tapi karena mood lagi mendukung dan memang ada tujuan yang dicari, yaitu mencari tas sekolah buat kakak Titan yang sudah 3 tahun enggak diganti, akhirnya kita pergi juga walaupun harus menunggu taksi dari jam 11 dan baru dapat jam setengah dua.

Seperti yang diperkirakan, ... macet. Saya lupa ada pembangunan fly over di depan Rumah Sakit Pertamina yang mengekor ke Sinabung dan Barito, rute perjalanan kami. Alhamdulillah, sampai dengan aman enggak pake nagging. Tentunya, berkat nenen sepanjang jalan dan si bocah tertidur pulas.

Sebelumnya udah browsing-browsing sih, tas kaya apa yang bakalan dibeli. Titan memang sangat picky dengan semua outfit yang bakal dia pakai. Sebelumnya sudah ngubek-ngubek Gramedia, tapi enggak ada satu pun tas yang dia suka. Ada sih sempet lirik-lirik Jansport Original yang modelnya vintage gitu, tapi kok ya harganya satu jutaan. Lebay banget, kata bundanya. Mending buat bayar asuransi kesehatan dan sisanya buat kontrol ke dokter gigi hahaha.

Akhirnya kembali ke selera tas dia waktu di TK, Sugar Booger. Ngubek-ngubek instagram, akhirnya nemu perpanjangan si Ore Originals ini yaitu di MomsAndI di Kemang. Tapi kok ya Kemang ya. Jauh sih enggak terlalu, tapi macetnya ... aduhai!
Kemudian saya baru ingat, satu tempat dimana saya membeli Sugar Booger ini pertama kali. Setelah saya google dan dapat nomer telfonnya, itulah kenapa akhirnya kita ke sana langsung. Karena online store-nya enggak update dengan produk terbaru mereka. Nama tokonya Little Toes, di sayap ujung (yang saya selalu lupa sayap sejajar Ranch Market atau justru di ujung lain).

Begitu masuk langsung kalap dengan barang yang lucu-lucu. Si Sugar Booger ini, seperti biasa, lebih banyak koleksi lunch sack dan Kiddie backpack nya yang banyak. Luna juga udah sibuk pilih-pilih. Di pojokan, baru deh kelihatan koleksi zippy backpack yang lebih cocok untuk anak SD. Meskipun enggak selengkap yang saya harap, Alhamdulillah yang kira-kira Titan suka ada di sana. Bahannya kanvas ringan, strap di pundak enggak terlalu lebar, enggak terlalu banyak kantong, ukurannya juga enggak terlalu besar dan enggak terlalu kecil. Cukuplah untuk bawa folder PR dia berukuran kertas folio, dua buku tulis, sarung, peci, snack box dan tempat minum. Dan yang penting, dia pasti suka gambarnya. Dan yang penting lagi, harganya juga masuk akal. Rp. 295.000 aja, jauh lebih murah dibanding harga di website Ore Original. Sedangkan Lunch sack buat Luna, harganya Rp. 200.000

Yeay! Akhirnya dapat juga tas buat si kakak! 
Tapi sebenernya bukan itu aja sih highlight Fridate kita. 

Setelah dapat barang, ktia jalan-jalan sebentar uji nyali ke Tulisan dan ... omagah, hobo yang aku mau adaaaa! Buru-buru lah kita keluar dari toko daripada impulsif beli hahaha. Sekali lagi, mending uang 1,5 juta bisa beli emas 3 gram *kekepin kartu debit*

Dari situ kita lunchie ke Street Canteens, soalnya Luna belum mamam. Sampai sana pesan bihun sop ayam buat Luna dan es jelly. Buat aku dan mamah pesan pempek. Eh ternyata pempek di sana enak juga. Nah, disitulah saya mencuri dengar sambil nyuapin Luna. Jadi, ya .. wajar ya kalau dengernya kepotong-potong hehehe.

Di sebelah saya ada ibu dan anaknya. Si ibu asyik main tab kecil dan anaknya sibuk dengan MacBook Airnya. Anaknya cowok, kayanya sih di tahun akhir SMA atau mungkin sudah lulus. Karena musik yang agak bising, saya enggak bisa jelas mendengar apa yang diomongin si Anak while ibunya mendengarkan sambil terus main gadget.

Ibunya cantik. Umurnya kayanya lima puluhan, tulangnya kecil. Jadi walaupun badannya agak gemuk, tetap terlihat tangan dan kakinya jenjang. Slender, kalau kata orang sana bilang. Dia pakai short overall warna pink lembut dan dalemannya kaos oblong putih yang pas di badan. Rambutnya hitam dan panjang, digulung ke atas.  Enggak pakai bulu mata palsu, enggak pakai make up berat. Cantik, deh. Saya jadi memotret diri saya, apakah saya jadi mamah asyik empat belas tahun nanti. Yang bikin saya tertarik adalah, she looks like a simply straight mom. Di sela-sela percakapan mereka, dia berkata "No, itu salah lu. Harusnya, ... bla bla bla" trus anaknya nerusin omongannya lagi tanpa nada defensive. Trus ibunya nyambung lagi "Dengar. Dengar mama. Kita pengen lu pergi buat belajar. That's it. Pikirin itu." Trus dia langsung melambaikan tangan minta bon. Anaknya langsung terdiam dan menghabiskan minumannya. Saat si ibu berdiri untuk membayar ke kasir, baru deh saya bisa lihat sepatu lucu yang dipakainya: Pump shoes tikus dari Marc Jacob's warna pink. Oh la laaaa, saya pengen banget sepatu itu. Krik krik ... krik krik ....

Asumsi saya, mereka lagi sibuk berdebat soal nerusin sekolah ke luar negeri dan negara mana yang akan dituju. Si anak milih negara yang banyak temen-temennya, ibunya pengen anaknya pergi ke luar negeri buat sekolah dan bukan buat main. Saya membanthin, semoga bisa menabung dan menyekolahkan anak-anak ke luar. Atau, semoga anak-anak tumbuh pintar untuk dapat bea siswa. Amin. Setelah mereka ke luar restoran, saya mulai memakan pempek saya yang sudah dingin karena tadi nyuapin Luna dulu. Sekarang sih luna lagi makan dessert es jelly sama Nini.

Sambil makan mata saya menerawang, dan jatuh ke dua ibu-anak yang lewat di depan restoran. Si anak umurnya tiga puluhan, ibunya mungkin sudah enam puluhan. Anaknya nyante banget, pakai sleeveless long dress warna hitam dengan rambut digulung ke atas. Enggak pakai make-up. Sementara ibunya sasakan, baju rapi dan di tangannya men'cantel' handbag Coach. Kayanya sih mereka dari salon. Seketika saya mikir. Kapan ya, saya bisa berduaan gitu bermewah-mewah sama mamah. Kapan saya ya, bisa beliin mamah tas bermerk. Kapan saya bisa ajak di ke spa untuk pijat, merendam kakinya yang sehari-hari sibuk menyapu dan ke pasar pakai air hangat, disikat dan dikutek. Pijat punggungnya yang sudah pengapuran dengan batu panas dan pijat ala thai.

Mamah saya itu tidak terbiasa memanjakan dirinya. Beberapa tahun yang lalu, saya sempat bikin reservasi berdua di Puri Santi Spa Cipete. Tadinya sih mau surprise, tapi dia kan gitu. Kalau enggak ada tujuan yang jelas, enggak akan mau pergi dari rumah. Tapi begitu dikasih tau mau diajak ke spa, langsung ditolak mentah-mentah. She is just not used to. She felt awkward. Nyalon? Sama juga. Buat dia nyalon itu cuma untuk potong rambut dan pulang. Pernah saya pesan mbak pijat yang datang ke rumah. Udah hati-hati banget pesannya, terapis yang spesialisasinya pijat Jawa. Eh, sampe rumah malah disuruh ngerokin. Way beyond her skills dan akhirnya Mamah enggak puas juga dengan pelayanannya. Ya wajar, sih.

Setelah kejadian itu, saya enggak pernah lagi kasih-kasih surprise yang 'enggak mamah banget'. Tapi ngasih tas branded buat mamah? Harusnya sih mamah seneng-seneng aja ya dikasih model apapun selama bukan backpack. Tapi ya itu, ... ternyata saya masih sibuk merhatiin keluarga saya aja. Memakmurkan anak-anak. Mengirim mereka kekolah yang baik dan memberi mereka pengalaman di suasana baru.

Itulah bedanya saya dan mamah. Saya cuma mikirin keluarga saya, tapi Mamah bisa mikirin anaknya dan semua keluarga anaknya. Umur memang tidak berbohong ya. Semoga saya bisa bijak kaya mamah nantinya.

Amin. 


Si bocah asyik makan bihun sup satu pot besar

Yes, this is it! Vintage drawings. 

hukuman mati

another chat while we had dinner today.

"bunda, hukuman mati itu apa sih?" 

"ehm..." *ambil minum hampir keselek. "hukuman mati itu, adalah keputusan hukum yang dibuat oleh sebuah negara untuk menghukum seseorang sampai meninggal. ada yang ditembak mati, ada yang disuntik obat, ada yang dimasukin kamar gas. pokoknya, kasarnya, dibunuh sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kesalahan yang sudah dia lakukan. 

"tapi kan membunuh orang itu enggak boleh."

"kan tadi bunda bilang, ada negara yang membolehkan hal tersebut. kenapa, karena bentuk kesalahan yang dia lakukan sudah enggak termaafkan lagi."

"kenapa enggak termaafkan? kan kita harus memaafkan?"

"enggak termaafkan itu, biasanya kalau yang kita lakukan itu sudah terlanjur merusak hidup orang lain dan enggak bisa balik lagi." 

"ya tapi tetep kita enggak boleh bunuh orang dan harus memaafkan." 

"ya, itu ada benarnya juga sih nak." 

*untung bubunya cepat datang. dan pembicaraan beralih. yeay!*

#one page a day

Few months ago, a friend of mine which happened to be also a kindergarten teacher recommended this book. I have just finished reading it a few weeks ago.

The content is not really new in parenting world we might have heard. But in my opinion, this is not the kind of book we read once and put it back on the shelves. We should solemnly read this book as everyday's reminder. Each chapter is not really linked to one another, and we can read only the chapter related to the kid's phase we are facing.

I bought the book on www.belbuk.com





my own kind

how long has my kid gone to school? probably four and a half years. titan did not really attend a pre-school or other pre-kindie program. he was too busy at home playing with his grandpa from climbing a tree, feeding the pets or ride a bike. He started on tk kecil when he was 4 and moved to elementary school when he was 5 (in highscope, elementary starts on kindergarten).

along his journey, as far as i remember, never at once i made such a bff relationship with other parents. until this year on grade 2. when did we get together? never from small talks. we started it for a support system of a worsen condition that day and we just clicked. we both have the same son and daughter of the same age.

it has been a while since i last have chat with my own kind. i miss those nitty gritty running the house, talking about schools and courses, daily menus, chats about how we are not slim anymore where wrinkles and fatbelly have become our jewelleries that make us happy. those chats that no longer about ourselves, handsome guys or wanting more physical belongings. chats about future and how to make a better future through our children. chats about their happiness. because we know when they are happy and so are we.

those chats were not only today when i had a playdate with brit and hikaru. i also had a luxurious two days playdate with femmy who reminded me there are another sky above the sky and there are more mud below the land i am stepping on. she reminded me about the dream we have and we always had that waits to be made. and i also had the luxurious chat with a mother i always look up to. she did another great thing lately: to let his son released his choice in medical faculty of ugm and decided to join a flying academy instead.

yeah, i need more dose of them. meeting my own kind.
it grows me.





selamat datang kelas tiga!

enggak terasa si bocah udah naik ke kelas tiga. selama liburan kemarin, iya liburan yang 6 minggu itu, kita bikin kesepakatan-kesepakatan baru. quite big leaps, i guess.

issue pertama adalah matematika. subject dimana titan dan beberapa temennya harus dapat remedial untuk pelajaran yang satu ini. tahun kemarin titan memang dapet guru yang agak akademis banget. tapi untungnya juga baik hati banget yang mau ngasih kelas tambahan tanpa pungutan biaya. suka bagi makanan pula. tahun ini, belum tentu dapat guru yang sama sementara kebutuhan mempertajam logika matematika masih sama. so, ... kesepakatan pertama: ikut kumon.

dulu, suka ngetawain orang tua yang ambisius banget masukin anak-anaknya ke kumon. bayangan saya, mereka pengen banget punya anak-anak yang jago berhitung di luar kepala. tambah-tambahan, kali-kalian, memecah desimal dan ahli bilangan pecahan.

kasihan anaknya. pikir saya selama ini.

tapi hari ini. iya, hari ini. akhirnya saya mendaftarkan titan ke kumon *sound efek geledek di udara*
tentunya, sekali lagi, dengan persetujuan si anak. kumon ini rela diambil titan karena selain memang butuh tapi dia juga minta kumonnya diseimbangkan dengan ikutan art class with hadiprana di sekolah. after a deep thought yang juga diiringi dengan penghitungan mendalam soal dompet, ... "yaaa okelah." kata saya.

sebenernya udah lama saya 'beriklan' tentang les matematika ala jepang ini. tapi baru kali ini iklan saya mau dicoba. iya, dicoba. belum tentu jadi loyal customer. padahal ibunya dua belas tahun di dunia iklan *sound efek penonton ketawa*

saya selalu beranggapan bahwa yang namanya les itu harusnya untuk mempertajam apa yang sudah bagus. dalam hal ini, kemampuan bahasa inggris titan jauh lebih baik daripada kemampuan matematikanya. tapi sebaliknya, saya rasa ini juga momen yang tepat untuk mendorong kemampuan matematikanya itu karena rupanya titan juga mulai merasakan kebutuhan untuk perform lebih baik di bidang matematika. keputusan saya makin kuat saat saya ajak dia untuk placement test. saat gurunya bertanya "kenapa baru kumon sekarang?" titan menjawab "karena titan baru siap sekarang."

lega banget dengernya. dia mengerti kendala dia selama ini, mengerti perasaan dia terhadap matematika dan berani mengambil keputusan hari ini.

trus, apa alasan saya mengambil langkah mainstream ini?

sebenernya jawabannya simpel. supaya titan disiplin berlatih. karena matematika itu masalah latihan, kok. dan disiplin adalah issue kita selama ini. kadang saya berpendapat sekolahnya terlalu loose, di satu sisi anak-anak terlalu dibebaskan untuk hal yang harusnya bisa didisiplinkan. dan kalau ibunya yang bertindak untuk melatih dia belajar matematika, selain anaknya juga suka kabur-kaburan ibunya juga (seringnya) capek ngejar-ngejar. akhirnya situasi jadi memanas, ibu jadi kesal anak pun tegang. walhasil pembelajaran jadi percuma. disitulah saya mulai berpikir bahwa saya dan titan butuh pihak lain yang memang expert di bidangnya.

sometimes a mother doesn't have to be everything.

lagian, setelah saya pikir-pikir, kumon juga ada bagusnya. bukan masalah kontennya. tapi sistemnya. enggak ada klasifikasi kelas dan bukan dengan metode guru menjelaskan di papan tulis, tapi ngerjain masing-masing level sesuai kemampuan masing-masing. belajar fokus karena harus mengerjakan sesuai tenggat waktu. enggak perlu menghafal, tapi karena sering melihat angkanya dan bolak-balik dikasih hal yang sama; pasti ada yang nempel. alah bisa karena biasa.

untuk art class, titan masih bingung mau ikut acrylic painting atau drawing with crayon. awalnya dia mau ikutan crayon, karena menurutnya gambarnya pengen lebih bagus lagi dan lebih variatif lagi topiknya. sementara, kalau melukis kan sering dilakukan di rumah. tapi entah kenapa hari ini tiba-tiba dia pengen gabung melukis acrylic.

issue berikutnya adalah physical education. lucu deh, dengan gayanya dia bercerita bahwa dia punya issue berat dengan pelajaran yang satu ini. "titan tuh bermasalah banget sama PE. kalau lari, enggak bisa bener larinya karena sepatunya kendor. harus dibetulin terus tapi strapnya enggak bisa kenceng." saya senyum-senyum. kesempatan yang baik untuk 'jualan' berlatih mengikat.
"kalau begitu, sudah waktunya titan pakai sepatu sport yang diikat. karena kalau diikat itu pasti lebih kencang. coba, kalau titan ice skating enggak ada kan sepatu yang pake velcro strap? semuanya diiket. nah, itu tuh supaya kenceng. tahun ini kita beli sepatu yang proper ya, dan titan musti belajar ngiket tali sepatu sendiri." lalu titan mengangguk yakin. dan ternyata, hanya dalam semalam dia sudah bisa menguasai cara mengikat tali sepatu sendiri. dia seneng banget! saya juga sih.

BIG YEAY banget untuk mengawali tahun ajaran baru kali ini:
bisa ngiket tali sepatu sendiri dan memutuskan untuk les kumon.

oh noooooo, tetiba bundanya mellow. anakku udah gede.

selamat datang kelas tiga! bismillah.







Perlahan, ... tapi jalan.

  Usia 40-an tuh...  kayak masuk bab baru yang nggak pernah kita latihanin sebelumnya. Ternyata bener ya, apa yang Rasulullah bilang... di u...