Tree House Project weekend #1


Kita sekeluarga hampir memiliki mimpi-mimpi yang sama. Misalnya aja,  teropong bintang. Ariawan masih ingat saya sudah menyebut-sebut soal pengen punya teropong bintang sejak SMA. Dan Titan, karena sejak awal memang diperkenalkan dengan semesta angkasa, dia juga pengen punya teropong bintang saat dia mengerti apa arti namanya. Buat saya sendiri, kadang mimpi ya cuma mimpi. Jarang dijadikan tujuan. Tapi setelah ada motivasi lebih seperti misalnya Titan mulai meminta dibelikan teropong, saya jadi lebih semangat untuk mewujudkan mimpi saya itu yang juga menjadi mimpi orang-orang yang saya sayang.

 Nah, begitu juga dengan rumah pohon. Saya pertama kali jatuh cinta dengan rumah pohon waktu jaman SD nonton Hansel and Gretel. Mungkin, berbeda dengan teman-teman saya yang lagi suka Barbie and everything glitter, saya langsung jatuh cinta sama compang-campingnya mereka dan indahnya gubug permen di tengah hutan. Not literally a tree house for sure. But I like the nuance. The ambience. Sayangnya, punya rumah di Jakarta enggak memungkinkan untuk bikin rumah pohon. Baru setelah ayah dipindahtugaskan ke Palembang dan rumah kami kebetulan memiliki dua pohon besar dan kolam ikan di bawahnya, kami punya platform di atas pohon. Sebenarnya platform itu juga bukan buat rumah pohon. Tapi saya suka duduk di sana, sharing sama monyet peliharaan kami ha ha ha!

Nah, kejadian berulang kembali di akhir tahun 2011 ketika Ariawan membuatkan rumah pohon di atas pohon mangga di belakang rumah. Tapi bentuknya masih enggak mumpuni walaupun lumayan banget bisa nampung kita bertiga nonton kembang api di akhir tahun itu. Sampai tiba-tiba pohon terserang semut rang-rang dan bikin kita bubar dan enggak pernah nginjak rumah pohon itu lagi sampai sekarang, di 2015.

Untungnya, fondasi utama penyanggah rumah pohon terbuat dari kayu besi yang enggak lekang dimakan panas dan hujan. Jadi, ketika Titan minta kado ulang tahun yang ke-8 berupa rumah pohon, Ariawan tinggal menambah fondasi dan memperpanjang ukuran rumah tersebut mengingat sudah ada La Luna dan besar kemungkinan untuk berebut space di atas sana.

So, tanpa rencana (seperti biasa mengandalkan mood yang sedang berkobar), pergilah ariawan ke tukang kayu dan memesan beberapa kayu kaso dan reng. Iya, mulai dari yang murah dulu deh ya. Nanti kalau prototype ini sudah jadi dan ada rejeki, kita ganti pakai kayu jati. Janji deh, Titan :)

Lalu mulai deh potong-potong dan serut-serut. Untuk projek ini Ariawan sengaja beli serutan kayu, maksudnya supaya setelah projek ini jadi kali-kali dia bisa lanjut bikinin saya stool di meja makan mungil kami hihihi ... amiiiiiiiin :)

Sayangnya, agak kurang perhitungan untuk kayu reng dan toko bangunan pun tutup di hari minggu. So, karena memang ngerjainnya bisanya hanya di hari sabtu dan minggu, lanjut lagi deh minggu depan. Untuk minggu ini, udah bagus banget karena sudah jadi platform utama dan kita udah bisa manjat-manjat. La Luna? Wah, bukan main dia senangnya. Enggak ada takut-takutnya berada di ketinggian tiga meter.

Masih banyak yang harus dilakukan. Pagar, bagaimana cara memanjat (kan nggak seru ya kalau pakai tangga) plus saya juga minta dibuatkan hammock yang membentang dari pohon ke tembok samping. Plus, ayunan tarzan. Dasar bunda banyak mau! Hahaha ...

Well, kita lihat aja ya gimana next step-nya. Sampai ketemu minggu depan!


Aki menyumbangkan kayu besi lagi dan ikut sibuk kordinasi
Hello, Me! Tetep ya bawa sapu buat bersih-bersih
Bocah lanang lagi menatap ke kejauhan
Uwak Ary si jago ngebor, Trust me, ngebor kayu besi itu enggak gampang!

Cah wedhok pengennya duduk-duduk di pinggir, bundanya sereeeeeem 

Comments