"I take the consequence and I am fine."

Yup. That's my son.
Untuk sekilas, terkesan keren ya hahaha. Cuma, akhir-akhir ini saya agak dibikin pusing karenanya.

Umur Titan sekarang 8 tahun kurang 4 bulan. Sejak kecil, saya selalu mengajarkan dia untuk membuat pilihan sendiri dan menerima konsekuensinya. Mulai dari memilih pakaian sehabis mandi, sampai menerima konsekuensi harus ke dokter sendiri kalau sakit karena menolak makan. Pada kenyataannya sih saya antar dia ke dokter, tapi saya cuma bertugas mengantar. Mendaftar dan bicara pada dokter, itu kesepakatan yang harus dia lakukan sendiri. Saya masih ingat benar, saat itu Titan berusia 4 tahun lebih sedikit dan dia melakukannya dengan baik.

Akhir-akhir ini, saya terpaksa jadi harus terdiam (karena mikir harus bagaimana) melihat karma sendiri. Entah harus bangga atau enggak, yang jelas sih saya bingung. Saya ceritain ya beberapa kejadiannya.

Beberapa bulan lalu, saya; luna dan titan jalan-jalan ke mall. Bagian bawah stroller Luna (yang biasanya berupa kantong), lupa saya pasang setelah beberapa hari sebelumnya saya cuci. Hari itu, bergantianlah Luna saya gendong dan Titan duduk di atas stroller sambil tumpang kaki dan melepas sepatu. Sepatunya kemana? Sepatunya, dengan santai Titan taruh di kolong dimana kantong tersebut biasanya berada. Sayangnya, Titan kurang teliti untuk mengetahui bahwa ia menaruh sepatu di tempat yang tidak ada penahannya. Alhasil, sepatunya tertinggal entah kemana. 
Saya baru 'ngeh' kejadian ini saat makan siang, melihat dia berjalan santai sambil cekeran. Mukanya biasa aja gitu, kaya enggak ada yang salah. 

"Lho, sepatu Titan kemana?"

"Uhmmm ... tadi waktu duduk di stroller aku lepas sepatu dan aku taruh di kolong, tapi ternyata bawahnya enggak ada dan Titan enggak tahu." 

"Jadi daritadi kamu cekeran gini?" 

"Iya."

Melihat mukanya yang santai, saya juga enggak panik. Cuma mikir aja, jatuh dimana kira-kira itu sepatu. Titan juga enggak minta beliin sendal atau mencari gantinya. Enggak juga merasa ada yang salah dengan keliling-keliling mall cekeran. Enggak merasa malu juga diliatin orang. Biasa aja. Dia tahu dia salah, dan dia terima konsekuensinya: cekeran keliling mall. Enggak berani minta beli gantinya, karena dia tahu dia salah. Mungkin karena dia juga mengerti, bahwa ibunya ini enggak akan membelikan gantinya. 
Untung parkir dekat sekali dengan pintu keluar di basement. Saya hanya minta dia untuk tunggu di lantai yang bersih dan tidak ikut berjalan di parkiran karena pasti lantainya panas dilalui ribuan mobil. Dan kami pun pulang. 

Cerita ke dua.

Hampir sama dengan cerita pertama, tiba-tiba di mall saya melihat Titan berkaos kaki tapi bersandal jepit buluk. 

"Lho, kok pakai kaos kaki tapi pakai sendal jepit? Kotor banget lagi sendalnya. Ketinggalan di mobil ya, sepatunya? Yuk, mau balik lagi?"

"It is okay, Bunda. Aku lupa bawa sepatu. Tadi setelah pakai kaos kaki, aku main-main dulu di halaman pakai sendal trus kelupaan deh pakai sepatunya."

"Oh, ya kalau gitu dibuka aja kaos kakinya. Pakai sendalnya aja."

"No, it is okay. Sendalnya kotor, aku enggak mau kakinya jadi kotor. Gini ajalah."

Trus jalan deh dia kaya anak lagi sakit panas pakai kaos kaki tapi pakai sendal jepit. 

Cerita lainnya.

Karena capek dan bosan setiap hari harus 'berantem' soal bangun pagi dan buru-buru pergi ke sekolah, pada term kemarin saya merubah trik. Saya benar-benar jadi fasilitator aja, dimana Titan yang atur waktunya sendiri. Pagi-pagi, saya ingatkan dia untuk bangun. Ingatkan untuk menyegerakan makan dan berangkat sekolah. Yang biasanya saya ikut senewen, di term kemarin saya berusaha untuk santai. Pun urusan belajar. Kalau mau belajar hayuk, kalau lagi malas ya enggak papa. 
Hasilnya pada PSTC kemarin: telat 19x dan harus ikut remedial (tambahan jam pelajaran) setiap hari senin dan kamis. 

"Titan, kalau telat tuh rasanya gimana ya?" 

"Biasa aja. Malu sih, dikit. Tapi ya enggak papa."

"Enggak dihukum?"

"Enggak ada hukumannya, Nda."

"Missnya enggak marah?"

"Enggaklah, masa guru marah-marah. Ya paling di - remind aja." 

"Karena kamu telat, kamu jadi harus stay di sekolah lebih lama. Enggak enak, kan?"

"Enggak papa, Nda. Enak kok, Titan malah lebih fokus belajarnya karena cuma sedikit muridnya kalau pas remedial." 

"Jadi menurut kamu telat enggak papa?"

"Ehm ... enggak baik sih, tapi kalau jadi harus stay lebih lama ya enggak papa juga." 



hhh!

Comments