let's call it a night

Tulisan ini bukan urban legend, tapi bukan juga realitas eksakta. pengalaman ini semata-mata asumsi yang subjektif sifatnya. tapi malam ini saya belajar, bahwa saya harus lebih berhati-hati lagi dalam berkata-kata. karena kata adalah doa. dan bahwa doa di hari arafah adalah sebaik-baiknya doa, yang makbul untuk dikabulkan. 

dan malam ini, adalah malam di hari idul adha.
saya, titan, luna dan ariawan lagi santai-santai di kamar anak-anak di atas. setelah hampir tujuh tahun kamar itu kosong, akhirnya kini menjadi 'sanctuary'  kami. setiap habis makan malam, pasti kami santai-santai di sana. gogoleran, browsing, membaca buku cerita hingga akhirnya anak-anak pun tertidur.
begitu juga malam itu. bedanya, kami gogoleran mulai lewat maghrib karena makan malam masih disiapkan. saya sedang asyik bermain-main bayangan tangan sama luna. di usinya yang tepat tiga bulan ini, ternyata matanya sudah sangat fokus memperhatikan beragam bentuk tangan di tirai kamar yang kebetulan berwarna putih dan ditembus bayangan lampu baca dari depan.
tiba-tiba, si kakak titan melepaskan pandangannya dari games di tab dan bergabung dengan saya dan luna. kami pun bermain semakin seru. entah kenapa, tiba-tiba timbullah pikiran jahil saya. perlahan saya singkap tirai dan menatap kebun gelap luas di kejauhan. titan pun mengikuti. lalu tiba-tiba saya teriak 'pocooong!'  sambil tiba-tiba menutup tirai dan titan pun lari ketakutan lalu memeluk saya dengan sangat erat. saya pun tertawa dan memeluknya. seperti biasa, saya berkata 'there is no such a thing as ghost, only in your mind."

lalu, tak lama kemudian, kami semua berjalan ke rumah orang tua saya untuk bersantap sate kambing bersama. kami berjalan beriringan, melewati pohon mangga besar di belakang rumah yang kebetulan memang gelap.
saat saya makan, luna mulai cranky karena panas dan mungkin asap sate yang mulai merasuki rumah. ariawan lalu segera membawanya pulang ke kamar untuk menidurkannya sementara titan masih asyik ikut membakar sate sama si uwak. tapi kemudian saya mendengar suara tangis luna yang luar biasa kerasnya. belum pernah saya mendengar ia menangis sekeras ini, apalagi luna termasuk golongan bayi yang 'anteng'. dan ketika itu saya sedang berada di rumah orang tua saya yang letaknya berseberangan dengan rumah saya.

segera saya berlari ke rumah lalu naik ke atas dimana luna berada. ternyata ariawan lagi menggendong-gendong luna di luar kamar. dengan tenang, segera saya peluk, bawa ke kamar, lalu saya susui. biasanya, menyusui adalah senjata paling ampuh untuk membuat bayi menjadi lebih tenang. tapi, tidak kali ini.
luna menyusu sambil marah-marah dan berkali-kali melepas dan meronta-ronta dari pelukan saya. saya pun mulai memeriksa setiap senti tubuhnya, takut ada yang terluka atau perut yang kolik. tidak ada sesuatu yang salah dengan tubuhnya, dan saya pun mulai bertanya-tanya.

selama ia menangis dengan sangat keras, saya lihat ariawan terduduk dan matanya terpejam. ini juga aneh, biasanya kalau luna menangis sekeras ini dia pasti ikut sibuk mencoba untuk menenangkan.

akhirnya ariawan pun membuka matanya. dengan tenang ia berkata "dibawa keluar aja dulu, biar tenang." lalu saya meninggalkan ariawan dan membawa luna ke teras atas. biasanya, luna menjadi lebih tenang kalau terkena sepoi angin dan melihat langit. untungnya, begitu juga malam itu.
cukup lama saya berdiri menggendong dan membisik doa di telinga luna sampai akhirnya ia pun terpejam dengan sisa sesegukan. tak lama, ariawan pun keluar kamar dan menyuruh saya masuk. saya pun menurut.

begitu melangkah memasuki kamar, luna pun tiba-tiba segera membuka matanya dan menangis lagi. tapi kemudian langsung berhenti dan tertidur.
setelah pulas, barulah ariawan 'menegur' saya untuk berhati-hati bicara. sempat saya bertanya-tanya apa salah saya sampai kemudian dia bertanya "tadi ngomong apa waktu nakut-nakutin titan? dikiranya dibolehin masuk deh. nih, masih menempel di aku."
"oh, keluarin tolong keluariiiiin..." kataku panik.
"enggak tahu gimana caranya" tampik ariawan.
"what should I do, then?" tanyaku.
"istigfar. ya berdoa aja." katanya tenang.

doa ya sudah dari tadi, aku pikir. tapi kalau masih belum pergi juga, kan saya jadi mempertanyakan keampuhan doa itu. makin pelik, deh. tapi saya tetap berdoa anyway. meminta maaf pada si Empunya setiap ciptaan dan memohon lindunganNya. tadinya sempat mau meminta maaf pada si 'pendatang' karena saya tidak bermaksud mempermainkan dan mengundang dia. tapi ah ... kok rasanya enggak benar.
tak lama setelah luna tertidur, lalu saya pun ingin segera menjemput titan yang masih asyik bermain bakar-bakaran di bawah pohon mangga yang gelap.

saya tidak pernah dan tidak mau memiliki pengalaman yang klenik secara fisik. sudah cukup melalui mimpi-mimpi saya saja. tapi tidak dengan malam itu.
saya pun menuruni tangga ke bawah, ke arah teras belakang rumah dan menyeberang ke arah rumah orang tua saya. tepat di bawah tangga yang menuju kamar pembantu, tepat di dekat saluran air, tiba-tiba entah kenapa saya merasakan panas dan bulu kuduk yang berdiri , menjalar perlahan mulai dari kaki hingga ke leher belakang. hanya bagian kanan. saya sempat berdiri terdiam, lalu segera saya tepis dengan tangan sambil mengucap istighfar.

saya jemput titan untuk mencuci muka, cuci kaki, ganti baju dan membacakannya cerita sebelum tidur sampai akhirnya ia pun terlelap. tapi, saya terjaga sepanjang malam. saya tatap wajah anak-anak yang tertidur, saya peluk mereka semua takut mereka terganggu lagi. titan di kiri, luna di kanan. saya menyesal. saya memohon ampunan atas lalainya saya dan anak-anaklah yang harus menerima akibatnya.
kemudian saya teringat kata-kata orang tua dulu. untuk tidak bicara yang tidak baik, karena nanti didengar setan dan bisa kejadian. sesal tak ayal, seandainya tadi saya mengucap kebaikan dan benar-benar kejadian seperti barusan. 



Comments

  1. Anonymous28.10.13

    -_-" . itu sebabnya disebutkan juga untuk 'meyakini yang ghaib'. Alam semesta seluas ini juga dihuni selain makhluk kasar/masif. buat kita yg tidak berkemampuan mengindra, justru perlu hati dan rasa yang lebih peka dan peduli.

    ReplyDelete

Post a Comment