...

kalau lagi sendirian, scrolling foto-foto di ponsel, isinya kebanyakan ya foto anak-anak. dan setiap kali melihat foto mereka, entah kenapa yang tersisa adalah air mata. dan rasa sakit yang dalam. yang mempertanyakan kenapa waktu berjalan begitu cepat. yang menyisakan segudang 'jika'. lalu aku pun berkilas balik. dari saat pertama memeluk anak-anak, mendengar tangis mereka, menyentuh jemari mereka, ingat pipilan kulit yang mengerut, ingat omelan-omelan yang sering menghujani mereka karena kelalaian kecil.

kemudian timbul kekhawatiran. tentang bagaimana hidup mereka bertahun ke depan saat saya sudah tidak ada. macam saya bisa selalu menjadi pahlawan untuk mereka. macam saya tuhan yang selalu bisa menjaga mereka.

lalu timbul rasa takut. takut hilang waktu dan tak sadar tetiba anak menjadi besar. takut hilang 'kuasa'  untuk bisa memberi pilihan terbaik. yang terakhir, itu yang membuat saya terus menjadi ibu bekerja hingga hari ini. materi yang terkadang menjadi jalan pintas untuk 'membayar'. sayang, tidak bisa membeli waktu.

berharap waktu berhenti. supaya anak tidak terlalu cepat besar. supaya orang tua tidak segera menua. tapi yang terjadi malah rentetan tanya. whether i have been a good mother and a good daughter. whether i have been trying my best. whether i have been giving my time for them. yang terakhir, adalah yang paling menohok, yang paling dalam menyakiti dan mengiris hati.

rasa-rasa ini yang seringkali saya temui kalau menatap wajah anak-anak yang sedang tertidur pulas. atau saat saya melihat kembali wajah-wajah mereka melalui layar ponsel. dan kali ini, rasa-rasa itu semakin meningkat seiring dengan habisnya cuti melahirkan saya dalam hitungan minggu. minggu-minggu yang saya tidak tahu, harus mengumpulkan keberanian untuk berhenti bekerja atau mengumpulkan kekuatan untuk mulai bekerja (lagi).

sigh.