Malaikat



Malaikatku mungkin tidak sepintar manusia seusianya.
Ia tidak sempurna, dan seringkali berbuat semau-maunya.
Kadang ia berbohong, untuk menutupi kesalahannya.
Atau, hanya karena merasa takut kepada manusia-manusia yang lebih besar dan lebih pintar darinya.
Kadang, apapun pertanyaan yang diajukan kepadanya; ia menjawab "Tidak tahu."
Antara benar-benar tidak tahu atau supaya cepat saja dan tidak ingin berlama-lama ditanya.

Tapi malaikatku selalu ada.
Ia menemaniku di saat-saat susahku.
Di saat-saat sendiriku.
Jemarinya yang mungil pernah menghapus air mataku saat ia tak sengaja meleleh di pipiku.
Bahkan jiwanya yang berani pernah membela seorang wanita tua yang dihardik oleh kakek.
Dan hatinya yang besar, yang tak menyisakan dendam bagaimanapun kami manusia melukainya.

Bagi sebagian manusia, hal yang dilakukan malaikatku hanyalah hal yang biasa.

Saat ini, aku mengandung lagi di dalam rahimku
Dan malaikatku membuktikan sekali lagi bahwa ialah yang paling bahagia menyambut kedatangan saudaranya

Memeluknya saat tidur,
membacakannya cerita,
mengambilkanku tissue saat isi perut tak tertahankan ingin meronta

Dan salahkah jika aku selalu membelanya,
hanya karena aku adalah ibunya?




Comments