Biar

Malam ini begitu sepi.
Pikirku.

Oh … tapi ternyata bukan.
Bukan, bukan semesta ini yang menyepi.
Tapi sepertinya diriku yang memilih untuk menutup diri.
Hingga telinga ini tak ingin lagi mendengar,
Mulut pun terkunci rapat tak mampu berujar,
Dan rasa pun mendingin, membeku dan beringsut kaku.
Tak ada kata-kata terjalin, hanya pikiran-pikiran yang meliar tak tentu arah tak jelas ujung dan pangkal.
Sekelebatan, lalu hilang di tikungan.
Kadang merayap pelan, apalagi saat pikirku singgah akan kamu.
Tapi kemudian ia memilih untuk cepat-cepat pergi karena sejenak memikirkan kamu meninggalkan bekas yang tak hilang berminggu-minggu. Berbulan-bulan. Bertahun-tahun. Aku merindukan kamu hingga dadaku sesak.
Itu yang aku tidak mau. Karena pelan-pelan segalanya tentang kamu hanya membunuhku, walau pikiranku selalu menipuku dengan rayuannya, … “Rasa itu hanya akan membuatmu lebih kuat. Bukan membunuhmu.”

Hah, … palsu.

Aku tidak ingin kuat. Aku ingin menjadi lemah. Aku ingin menjadi layu jika aku harus hidup tanpa kamu. Aku ingin merajuk, menangis di pelukmu, dan kamu hanya akan memelukku erat dan mengelus-elus rambutku. Aku tidak ingin bertahan. Aku ingin menyerah. Tapi sekali lagi pikirku bilang “Semua ini hanya akan membuatmu lebih kuat. Bukan membunuhmu.”

Hah, … sekali lagi. Palsu.

Kenapa sih tidak kau biarkan saja?
Biar.
Biar sekali ini saja aku memilih untuk menjadi buta dan tuli.
Karena hanya dengan begitu aku tahu bagaimana rasanya memiliki hati.

Comments