Surya telah lama padam Aku berlari menunggang malam menembus gelap dan dingin yang menghujam Mataku pun memejam seketika semua menjadi terang tak lagi kelam Bayangmulah jubahku yang menemani deru nafasku yang menderu akan rindu yang tersemat di dadaku Berpeta bintang ku melesat terbang menuju batas yang tak lagi sekedar bayang
salam dari malam yang begitu terang langit tak berbintang, tertutup bulan berpayung bayang malam ini adalah milikmu, kataku berbisik ke telingamu maka biarkan aku memuja dan menciumi ujung-ujung jemarimu ruas demi ruas sampai aku puas sampai kamu hilang ditelan batas Terima kasih Tuhan atas gerhana bulan ke-2 tahun ini
Langit itu mendung tapi bukan berarti merundung Berharap perlahan ia akan memucat dan kabut pun menggulung lalu membubung Dan hari berselang malam dengan seribu bintang yang berganti terang
Aku terus berjalan, kadang cepat kadang perlahan Lalu sesekali aku berlari Saat ini, pikirku kamu disini Hingga suatu hari nanti kamu datang menghampiri Dan jika saat itu tiba, tolong pastikan aku tidak bertanya “Kenapa baru hari ini?”
I. Aku tidak mengenal apa itu musim dingin Aku tidak pernah melihat butiran salju yang begitu lembut melayang di udara dan terjun perlahan menyapu ujung-ujung bulu mataku Kukuku tidak pernah membiru dan jemariku tak pernah bergetar karena rasa menggigil Tapi aku tahu bagaimana rasanya menjadi beku karena kamu Kamu hadir di sisi tanpa bicara sepatah kata Menggerogoti menit demi menit yang terasa seperti musim dingin seribu tahun yang menggigit II. Aku tidak pernah berjudi Aku tidak tahu bagaimana rasanya hati berkejat, bergetar dan menggelepar saat dadu dilempar dan berputar Tapi aku tahu bagaimana rasa sesaknya dada saat kotak di hadapanku menyapa Tak ada probabilita Karena permukaannya selalu sama Dan setiap sudutnya membuatku bahagia