Posts

Showing posts from September, 2009

Lentera Langit

Dulu, dulu sekali. Langit begitu terang benderang dengan kemilau bintang. Semua saling beradu jauh melemparkan cahayanya. Tidak, mereka tidak akan membutakanmu. Cahaya mereka begitu terang, namun juga begitu lembut. Cahaya gemintang itu akan terbias di bola mata mereka yang kamu sayang saat kamu memandangnya. Di langit yang dulunya terang itulah duduk seorang peri di ujung biduk rembulan dengan cahayanya yang temaram. Sendirian dan kedinginan, ia memandang ke kejauhan. Di belakangnya, menggantunglah lentera-lentera langit malam yang biasa kamu sebut bintang. Dan peri dengan sayap kecil inilah yang menjaga agar lentera-lentera itu agar senantiasa bercahaya. Sayap kecilnya telah mengantarnya menjelajah angkasa selama jutaan tahun lamanya. Ia berkelana mencari bintang-bintang yang mulai temaram. Dan jari-jarinya yang mungil akan menggosok permukaan setiap bintang supaya kembali bercahaya. Dan ia akan mengecupnya, supaya apinya kembali terang. Seperti dulu. Tiba – tiba sebuah lentera y

rainbow

God arranged a little nice surprise. That satisfies my visions of you. With a sunny gold wallpaper and artificial chilly breeze, I look at you carefully. Those eyes I used to stare at every single day. So close that I could even count how much eye lashes had fallen off from your eyes. And you start talking things you have always told repeatedly. I forgot how much you have told me those stories. And I forget how much I have laughed. Then it starts raining. The fragrant of the wet soil starts to tickle my nostrils and brings me to the old days of ours. We were just two little girls who hugged and quarreled at the same time. You shared your bread; I gave you my apple. We drank the same bottle and read the cloud. And when it rained, we would happily dance until the rainbow come. And we would stand under the rainbow that spread like angel's wing. In between the clouds. I took a brush, pick a color of the rainbow and gave it to you. You smiled, and started painting the sky. And the rain

tep

sambil melangkah dengan script-script radio di genggaman, aku memandangnya. tanpa sadar, aku melangkah ke arahnya. dan tiba-tiba .... "boleh meluk nggak? baru sadar kamu akan pergi." dan dia hanya tersenyum dan memelukku kembali. "aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa..." bisiknya datar. sementara itu, suaraku mulai bergetar. "saat hari itu datang, aku harap kamu mengerti kenapa aku memilih pulang" dia tetap datar, dan meredalah getarku. mungkin dia tidak peduli. mungkin dia tak mampu berekspresi. tapi aku senang. aku lega. sampai bertemu di suatu sore. :)

diantara, dan yang menyertainya.

tanpa terasa. karena terbiasa, semakin hari jarak itu semakin dekat. dan karena terbiasa, tak lagi terindahkan apa yang ada di sekeliling kala perjalanan menuju ke sana. tak ada yang tak biasa, semua terlihat sama. sekarang, atau di hari-hari sebelumnya. saat jarak menjadi begitu dekat, semua menjadi begitu kabur. seperti saat kamu memicingkan mata, maka tak terlihat lagi salur-salur bulu mata di sana. dan saat jarak menjadi begitu dekat, semua jadi begitu buram. semua menjadi satu pandang. tak ada lagi garis tegas. tak ada lagi bentuk yang jelas. ini menjadi itu. itu menjadi ini. aku menjadi kamu. kamu menjadi aku. aku kehilangan kamu. kamu kehilangan aku. aku kehilangan aku. kamu kehilangan kamu. aku tak lagi kenal kamu. kamu tak lagi kenal aku. kamu tak kenal kamu. dan aku, tak kenal aku. karena jarak yang mendekati, tidaklah sendiri. ia datang bersama waktu. dan hanya waktulah yang tetap menjadi dirinya sendiri. ia menggilas apa yang ada di hadapan, karena ia harus terus berjalan.

pagi itu akhirnya datang juga

angin yang bertiup pelan disela kudukku malah membuatku terbangun, dan aku menatap ke kejauhan membentanglah lautan biru yang luas berbatas pandang tak ada fatamorgana sebuah garis dengan jelas membelah samudra dan langit cantik di atasnya baru saja, sang awan menumpahkan amarahnya baru saja, langit menumpahkan tangisnya angin pun tak kalah gaya, ia ikut mengacaukan segalanya saling mengejar dan terus menyakiti sampai akhirnya datanglah matahari pagi yang indah itu akhirnya datang dan laut selepas badai memang jauh lebih tenang aku duduk sendiri dulu, ada istana pasir di sini namun sang ombak menjilatnya untuk yang kesekian kali tanpa perlawanan, saat ini aku hanya ingin menggenggam butiran yang tersisa kan kupunguti satu per satu butiran yang menempel di telapak tangan di sela kuku-kuku yang berceceran di jalan untuk kubawa pulang tapi itu nanti saat ini aku hanya ingin menikmati membiarkan ombak-ombak kecil tertawa membiarkan telingaku meliar berserah pad

scenario

do you know when is the perfect timing to hurt someone? it is when that someone is changing her / his life: simply because of you. all you gotta do is, toss a little nasty thing, only a 'little' nasty please remember. and the explossion will be way out beyond of what you expected. you will twist the climax, put a bit more drama, and a sure thing; you might change the end of the story. and good movie doesn't have to be a happy ending, rite?

kamu dan aku

dimana kamu? hanya ada jawaban kesenyapan. ya, kamu tidak pernah terlahir untuk ini. kamu tak pernah hadir menjadi saksi perselingkuhan mimpi dan embun pagi kamu takut gelap. kamu takut tentakel-tentakel malam yang siap menjerat hingga bahkan kamu tak mampu lagi mengerjap. tidak seperti aku akulah malam, akulah durga, akulah sang memedi. aku yang mengangkangi malam dengan perut buncit kekenyangan akibat tak habisnya menjilati asin tubuhku. entah keringat, entah air mata. apalah bedanya? dimana kamu? kamu lebih senang meringkuk dalam selimutmu. berteman dengan malaikat dan bintang-bintang yang selalu menghiasi mimpimu. dengan lantunan lantunan nina bobo yang lembut, yang membuat aku semaput. sementara aku? sedang asyik bergaul dengan buruknya nyata berteman akrab dengan setan setan kecil yang tak hentinya membuat aku menari bertelanjang kaki kita memang tidak sama dan itulah sebabnya kenapa kita saling merindu sayang, kita tidak pernah bertemu.

.

berharap aku bisa berhenti. tanpa memikirkan satu hal pun. tanpa memikirkan aku. tanpa memikirkan dia. tanpa memikirkan mereka. aku ingin jadi ruang yang hampa. aku ingin jadi benda yang tak berupa. untuk sejenak saja. aku ingin titikku. aku ingin dia memaksaku berhenti: berpikir. bertanya. berharap. berkeinginan. aku ingin titikku. . aku ingin menjadi beku. aku ingin menjadi kaku. sejenak saja. tapi tidak bisa. karena aku ingin yang telah hilang diantara.